Surabaya (prapanca.id) – Pertanyaan itu kembali muncul. Apakah ilmu komunikasi masih relevan dengan dunia sekarang? Menurut Jokhanan Kristiyono, Ketua Stikosa AWS, pendidikan komunikasi tetap sangat relevan dengan dunia saat ini, bahkan lebih penting daripada sebelumnya.
Jokhanan kemudian menjelaskan, dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, komunikasi memainkan peran kunci dalam menjembatani kesenjangan budaya dan menghubungkan orang dari berbagai belahan dunia.
“Kemampuan berkomunikasi dengan efektif melalui platform digital menjadi keterampilan yang sangat berharga,” tegasnya.
Penulis buku ‘Konvergensi Media: Transformasi Media Komunikasi di Era Digital’ ini menambahkan, pendidikan komunikasi, termasuk di Stikosa AWS, membekali individu dengan pemahaman tentang cara media dan informasi bekerja. Termasuk antisipasi gelombang informasi dan berita palsu, keterampilan kritis, dan pemahaman tentang etika komunikasi terutama di masyarakat berjejrang pada post-truth era saat ini.
“Di dunia kerja, kemampuan berkomunikasi yang baik sangat dicari oleh perusahaan. Pekerja yang dapat berkomunikasi dengan jelas, memotivasi tim, dan bernegosiasi memiliki nilai tambah yang signifikan,” kata Jokhanan lagi.
Pendidikan komunikasi, lanjutnya, juga membantu setiap orang untuk memahami dinamika hubungan antarpribadi dan meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi secara positif dengan orang lain. Ini mencakup penguasaan keterampilan mendengarkan, berbicara, dan menulis.
“Lewat pendekatan tertentu, kita juga memiliki peran dalam menyebarkan informasi, memotivasi, dan memberdayakan masyarakat. Pendidikan ini dapat digunakan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu sosial, politik, budaya, lingkungan, dan masih banyak lagi,” terangnya.
Perubahan Zaman
Jokhanan mengakui, meskipun beberapa elemen komunikasi mungkin telah berubah dengan kemajuan teknologi, dasar-dasar komunikasi, seperti keterampilan berbicara, menulis, dan berinteraksi dengan orang lain, tetap menjadi landasan penting untuk keberhasilan pribadi dan profesional dalam berbagai konteks.
Sebagai hasilnya, pendidikan komunikasi terus relevan dan diperlukan untuk mempersiapkan individu menghadapi tuntutan dunia yang terus berkembang.
“Pada tataran itu, kita akhirnya perlu memahami, bahwa teori-teori komunikasi klasik itu, meskipun dikembangkan pada masa lalu, masih memiliki relevansi dan dapat memberikan wawasan yang berharga untuk memahami dan mengatasi tantangan zaman di masa sekarang,” kata Jokhanan.
Dia pun memberi contoh, teori semiotika paralanguage Ferdinand de Saussure dan semiotika visual dari Rolland Barthes, yang menekankan pentingnya tanda dan simbol dalam proses komunikasi. Dalam konteks media dan budaya kontemporer masyarakat yang strukturalis hingga post-struturalis, di mana pesan sering kali diungkapkan melalui simbol-simbol visual dan bahasa, pemahaman semiotika dapat membantu menguraikan makna di balik pesan-pesan tersebut.
“Bekal pemahaman ini jadi modal penting dalam industri kreatif, bahkan komunikasi politik seperti sekarang,” imbuhnya.
Lebih jauh lagi, ada teori agenda setting dari Maxwell McCombs dan Donald Shaw. “Meskipun teori ini dikembangkan pada tahun 1970-an, konsep bahwa media massa dapat mempengaruhi agenda publik dengan menentukan topik yang diberitakan masih relevan. Dalam era media sosial, di mana informasi tersebar cepat, pemahaman tentang bagaimana agenda-setting berlangsung tetap kritis,” papar Jokhanan.
Meskipun teori-teori ini dikembangkan di masa lalu, lanjutnya, mereka memberikan dasar konseptual yang kuat untuk memahami dinamika komunikasi.
“Kombinasi antara teori-teori klasik dan pendekatan kontemporer dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap tantangan komunikasi di era modern,” tutupnya. (hdl)