Surabaya (prapanca.id) – Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Perhubungan (Dishub) menerapkan kebijakan pembayaran non-tunai di seluruh titik parkir Tepi Jalan Umum (TJU). Kebijakan ini berlaku secara bertahap di 1.370 titik parkir TJU di Kota Surabaya. Meskipun demikian, kebijakan ini menghadapi penolakan dari Paguyuban Juru Parkir Surabaya (PJS) di Jalan Tunjungan, yang merasa tidak puas dengan pembagian hasil parkir 60-40.
Menanggapi penolakan ini, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memberikan klarifikasi. Ia menilai bahwa PJS belum sepenuhnya memahami maksud dan tujuan dari kebijakan parkir non-tunai. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendapatan para Juru Parkir (Jukir) secara transparan.
“Kebijakan parkir non-tunai ini saya terapkan untuk memastikan pendapatan Jukir lebih jelas. Dengan contoh, jika seorang Jukir mendapatkan 40 persen dari pendapatan Rp 1 juta, maka dia bisa membawa pulang Rp400.000 per hari,” ujar Wali Kota Eri Cahyadi pada Rabu (10/1).
Eri Cahyadi menjelaskan bahwa model parkir non-tunai ini memungkinkan pendapatan Jukir tidak dipotong-potong oleh pihak lain, termasuk Dishub atau pihak lainnya. Setiap pendapatan Jukir akan langsung masuk ke rekening masing-masing, sehingga proses pembayaran menjadi lebih transparan.
“Jelas kan, tidak dipotong-potong. Dengan model parkir berlangganan atau non-tunai seperti QRIS atau voucher, saya ingin memastikan setiap Jukir mengetahui pendapatan mereka. Dengan begitu, siapa yang bermain menjadi lebih terlihat,” tambahnya.
Meski Paguyuban Jukir Surabaya menolak rencana pembayaran parkir non-tunai, Wali Kota Eri tidak mempermasalahkannya. Ia menegaskan bahwa yang bertanggung jawab menjaga kendaraan parkir adalah Jukir, bukan paguyuban.
“Jukir yang bekerja di lapangan, nanti kita ajak bicara dengan paguyuban. Surabaya selalu melakukan musyawarah,” ungkapnya.
Eri Cahyadi juga menegaskan bahwa tidak ada pihak yang dapat mengklaim kepemilikan lahan parkir di Tepi Jalan Umum. Lahan tersebut merupakan milik pemerintah yang diatur dalam Undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP).
“Setiap tempat usaha harus menyediakan tempat parkir sesuai aturan Undang-undang. Ini adalah milik pemerintah, bukan milik pihak lain,” tegasnya.
Wali Kota berharap semua pihak memahami bahwa kebijakan pembayaran parkir non-tunai bertujuan untuk mensejahterakan para Jukir dan mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi parkir.
“Kita berpegang pada aturan Undang-undang. Lahan parkir ini milik pemerintah, dan kebijakan ini jelas untuk mensejahterakan Jukir. Paguyuban seharusnya memahami hal ini,” pungkasnya. (mi)