Surabaya (prapanca.id) – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi resmi menetapkan Langgar Gipo, atau Musala Bani Gipo, sebagai Cagar Budaya dan Destinasi Wisata Kota Lama. Langgar bersejarah ini terletak di Jalan Kalimas Udik 1/51, Surabaya.
Langgar Gipo, dengan luas 209 meter persegi dan dua lantai, merupakan saksi bisu perjuangan ulama Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasan Gipo, Ketua Umum PBNU pertama. Di sinilah para santri digembleng sebelum berjuang melawan penjajah, serta tempat ulama-ulama merumuskan strategi perjuangan.
Wali Kota Eri Cahyadi mengungkapkan bahwa Langgar Gipo memiliki nilai sejarah tinggi dan berharap generasi muda, termasuk milenial dan Gen Z, dapat mengenal dan menghargai sejarah tersebut. “Saya ingin anak-anak Surabaya tetap maju namun tidak melupakan sejarah. Oleh karena itu, Langgar Gipo kini menjadi Cagar Budaya dan museum di lantai duanya,” ujarnya.
Untuk memperkenalkan wisata religi bersejarah ini kepada para pelajar, Wali Kota Eri akan mengajak siswa SD dan SMP di Surabaya mengunjungi Langgar Gipo. “Kami akan mempromosikan Langgar Gipo agar siswa dan anak muda mengenal sejarah kota mereka,” tambahnya.
Pemugaran Langgar Gipo dimulai pada Februari 2024, dengan melibatkan keturunan pendiri langgar, keluarga Sagipoddin, yang tergabung dalam Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA). “Keluarga akan menjelaskan sejarah langgar kepada para pengunjung. Kami sudah berdiskusi dengan keluarga dan warga sekitar untuk menjadikan Langgar Gipo sebagai Cagar Budaya dan destinasi wisata,” jelas Wali Kota Eri.
Wali Kota Eri juga berupaya menambah koleksi benda bersejarah di museum lantai dua Langgar Gipo. “Kami mencari koleksi tambahan dari keluarga yang belum ditempatkan di sini. Nantinya, keluarga akan menyumbangkan lebih banyak benda bersejarah dan cerita terkait Langgar Gipo,” ungkapnya.
Dalam waktu dekat, museum Langgar Gipo akan dilengkapi dengan monitor yang menampilkan sejarah berdirinya langgar, profil, dan cerita perjuangan para tokoh ulama. “Monitor ini akan memutar sejarah Langgar Gipo dan profil tokoh-tokohnya,” tambahnya.
Generasi kelima keturunan Sagipoddin, Abdul Wage Zain, menceritakan bahwa Langgar Gipo berusia 304 tahun pada 2024. Langgar ini baru disertifikasi pada tahun 1830 oleh H Tarmidzi, anak dari pendiri langgar, H Sagipoddin. KH Hasan Gipo kemudian mengoptimalkan fungsi langgar sebagai pusat pergerakan melawan penjajah.
“Lantai dua Langgar Gipo dulu digunakan untuk menampung jamaah haji kapal laut dari Jawa Timur sebelum berangkat ke Mekkah. Setelah sampai di Mekkah, jamaah haji juga ditampung di tempat milik keluarga Sagipoddin,” jelas Abdul Wage Zain.
Pada tahun 1996, Yayasan IKSA mulai memfungsikan Langgar Gipo sebagai tempat halal bihalal Bani Gipo. Kini, Langgar Gipo telah menjadi bangunan Cagar Budaya dan Destinasi Wisata Religi.
Pemkot Surabaya telah menetapkan Langgar Gipo sebagai Cagar Budaya dengan SK Wali Kota Surabaya No 188.45/63/436.1.2/2021 pada tanggal 21 Februari 2021. (sas)