Jakarta (prapanca.id) – Meski industri keuangan syariah di Indonesia terus berkembang, tingkat literasi masyarakat terhadap ekonomi syariah masih menghadapi tantangan besar.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi ekonomi syariah di Indonesia baru mencapai 65 persen.
Padahal, total aset keuangan syariah di Indonesia telah mencapai Rp2.800 triliun, dengan pangsa pasar sekitar 10,35 persen hingga 11 persen. Angka ini masih jauh di bawah Malaysia, yang telah mencapai hampir 30 persen.
M. Ismail Riyadi, Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, menyatakan bahwa meski sektor keuangan syariah terus tumbuh, banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami konsep dan manfaat produk keuangan syariah.
Menurutnya, tren digitalisasi telah mengubah pola konsumsi dan investasi, terutama di kalangan anak muda. Namun, fenomena seperti YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People’s Opinion) sering membuat generasi muda mengambil keputusan finansial tanpa pertimbangan matang.
“Anak muda saat ini sangat melek teknologi, kreatif, dan cepat beradaptasi. Namun, fenomena seperti YOLO, FOMO, dan FOPO membuat mereka cenderung mengambil keputusan finansial tanpa pertimbangan yang matang,” ujar Ismail dalam acara Nyantri Saham Bareng Kabar Bursa di Aula VIP Al Malik Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (15/3/2025).
Saham Syariah: Investasi Halal yang Menjanjikan
Sandiaga Salahuddin Uno, pengusaha dan investor saham, menegaskan bahwa investasi saham syariah merupakan langkah tepat untuk membangun masa depan finansial yang sehat.
Ia menjelaskan bahwa saham syariah tidak hanya menawarkan keuntungan dari dividen dan kenaikan harga saham, tetapi juga memenuhi prinsip keuangan Islam.
Sandiaga menyarankan investor untuk memilih saham syariah yang masuk dalam indeks LQ45, terutama di sektor konsumsi dan energi, yang masih memiliki potensi besar.
“Saham di sektor konsumsi dan energi berbasis syariah masih punya potensi besar. Ini bisa menjadi pilihan utama bagi yang ingin berinvestasi dengan prinsip halal dan berkelanjutan,” jelas Sandiaga.
Target 200 Ribu Investor Saham Syariah pada 2025
Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan peningkatan jumlah investor saham syariah menjadi 200 ribu pada 2025.
Irwan Abdalloh, Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, menyatakan bahwa hingga akhir 2024, jumlah investor saham syariah telah mencapai 196 ribu, dengan 90 persen di antaranya berasal dari kalangan anak muda berusia 17 hingga 35 tahun. Namun, hanya sekitar 19 persen yang aktif berinvestasi di pasar modal syariah.
“Kami selalu ada target jumlah investor baru dari OJK. Tapi kami pasang lebih tinggi lagi, berharap di 2025 ini bisa mendekati 200 ribu,” ujar Irwan.
Acara Nyantri Saham: Wadah Edukasi Investasi Syariah
Acara Nyantri Saham Bareng Kabar Bursa yang digelar di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada 15 Maret 2025, menjadi wadah bagi para ekonom, investor, dan pelaku pasar modal untuk membahas lanskap investasi syariah di Indonesia.
Acara ini diselenggarakan oleh Kabar Bursa bekerja sama dengan Nasaruddin Umar Office (NUO) dan Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI).
Dalam acara tersebut, Founder & CEO Kabar Bursa, Upi Asmaradhana, menekankan pentingnya literasi keuangan dan investasi bagi generasi muda, khususnya dalam konteks saham syariah.
Sesi panel diskusi menghadirkan narasumber seperti Irwan Abdalloh (BEI), Aviliani (Ekonom Senior INDEF), dan Muhammad Asmi (Konsultan Pasar Modal Global), yang membahas strategi investasi syariah dan peluang di pasar modal global.
Selain itu, acara ini juga menjadi momentum peluncuran Serambimuslim.com, platform edukasi keuangan syariah yang menghubungkan komunitas muslim di Indonesia.
Peluncuran ini dilakukan bersamaan dengan sesi diskusi bersama Sandiaga Uno, yang membahas pentingnya membangun ekosistem investasi yang sehat dan inklusif.
Acara Nyantri Saham disponsori oleh Telkom Indonesia, PT AlamTri Resources Indonesia Tbk (ADRO), dan Pupuk Indonesia, yang berkomitmen meningkatkan literasi investasi di kalangan anak muda dan mendukung pertumbuhan investor ritel di Indonesia. (anz)