Jakarta (prapanca.id) – Teror terhadap redaksi Tempo berlanjut. Setelah menerima paket kepala babi pada 19 Maret 2025, kini mereka mendapat kiriman kotak berisi enam bangkai tikus terpenggal pada Sabtu (22/3/2025).
Kotak kardus tersebut ditemukan oleh petugas kebersihan Tempo sekitar pukul 08.00 WIB. Awalnya, kotak yang dibungkus kertas kado bermotif bunga mawar merah itu diduga berisi mi instan. Namun, saat dibuka, isinya justru bangkai tikus tanpa kepala.
Petugas keamanan yang memeriksa rekaman CCTV mendapati bahwa bungkusan itu dilempar oleh orang tak dikenal dari luar pagar kantor Tempo di Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan, pada pukul 02.11 WIB. Kotak tersebut sempat mengenai mobil yang sedang diparkir, meninggalkan bekas baret sebelum jatuh ke aspal.
Teror Beruntun: Kepala Babi, Ancaman, dan Bangkai Tikus
Sebelumnya, pada 19 Maret 2025, redaksi Tempo menerima paket berisi kepala babi tanpa telinga. Paket tersebut dikirim oleh seorang kurir dengan atribut aplikasi pengiriman barang dan ditujukan kepada Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik sekaligus host siniar Bocor Alus Politik.
Selain paket mengerikan tersebut, ancaman terhadap Tempo juga muncul di media sosial. Pada 21 Maret 2025, akun Instagram @derrynoah mengirim pesan berisi ancaman, menyatakan bahwa teror akan terus berlanjut “sampai mampus kantor kalian.”
Menanggapi insiden ini, Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, menegaskan bahwa teror tersebut adalah bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers.
“Pengirimnya dengan sengaja meneror kerja jurnalis. Jika tujuannya untuk menakuti, kami tidak gentar. Tapi stop tindakan pengecut ini,” ujar Setri.
Amnesty International Desak Investigasi
Tempo telah melaporkan kasus ini ke Markas Besar Polri sejak 21 Maret 2025, setelah menerima paket kepala babi. Kini, sekitar 20 polisi telah mendatangi kantor Tempo untuk menyelidiki kiriman bangkai tikus tersebut.
Menanggapi peristiwa ini, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi menyeluruh.
“Jika tidak, menjadi jurnalis atau aktivis di Indonesia lebih mirip vonis mati daripada profesi,” tegasnya.
Usman juga mengecam rentetan teror terhadap Tempo sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers dan demokrasi.
“Polisi harus segera mengungkap pelaku maupun dalang di balik aksi ini. Teror seperti ini melanggar HAM karena menciptakan ketakutan bagi mereka yang berusaha mengungkap kebenaran,” pungkasnya.
Saat ini, penyelidikan masih berlangsung, sementara Tempo menegaskan bahwa mereka tidak akan mundur dari tugas jurnalistiknya. (anz)