Surabaya (prapanca.id) – Berdasarkan data Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek per 28 Mei 2024, Stikosa AWS menjadi salah satu tim satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (Tim Satgas PPKS), bersama 5 perguruan tinggi lainnya di lingkungan LLDIKTI Wilayah 7.
Pembentukan Satgas PPKS berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Satgas PPKS merupakan garda depan mewujudkan lingkungan kampus yang merdeka dari kekerasan. Sedangkan pelaksanaannya dilakukan melalui kolaborasi lintas sektoral untuk mengoptimalkan dan menyebarluaskan secara masif implementasi penguatan karakter dan penuntasan kekerasan di satuan pendidikan.
Selain Stikosa AWS, perguruan tinggi lainnya yang ditetapkan sebagai Tim Satgas PPKS adalah: Akademi Analis Kesehatan Delima Husada Gresik, Stikes Sukma Wijaya Sampang, Akademi Kuliner Monas Pasifik, Stikes Banyuwangi dan Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Ngawi.
Penetapan Stikosa AWS sebagai Tim Satgas PPKS ini ternyata bersamaan waktunya dengan kegiatan yang dilaksanakan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur di kampus Stikosa AWS.
Di hari yang sama, Selasa 28/5/2024, di Ruang Multimedia kampus komunikasi tersebut digelar Pertemuan Kordinasi dan Kerja Sama Lintas Sektor dalam rangka pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Sekitar 50 mahasiswa Stikosa AWS mendapat materi tentang pencegahan kekerasan dari dua narasumber, Suprihatin S.Pd, M.Med.Kom (Ketua Satgas PPKS & Dosen Stikosa AWS) dan Riza Wahyuni dari LPP Geofira.
Saat memberikan kata sambutan dalam pertemuan kordinasi tersebut, Ketua Stikosa AWS, Dr Jokhanan Kristiyono M.Med.Kom, memberikan fakta menarik. Jokhanan menyitir data per Januari 2024 dari website Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3AK), bahwa saat ini jumlah kekerasan di Indonesia yang terlaporkan ada 8000 kasus dalam satu tahun.
Dari jumlah tersebut, kasus terbanyak adalah kekerasan pada perempuan. Dan lokasi kejadian yang paling banyak adalah rumah tangga. Namun grafik kekerasan yang terjadi di tempat kerja dan kampus juga menunjukkan peningkatan.
Dari data tersebut, menurut Jokhanan, literasi atau pendidikan tentang kekerasan seksual dan perlindungan anak masih rendah. Kasus kekerasan yang muncul adalah kasus setelah kejadian. Masih sangat kurang tindakan preventif atau pencegahan, karena ketidaktahuan, ketakutan untuk melapor dan sebagainya. Oleh karena itu Stikosa AWS merasa wajib mengambil bagian dari upaya memutus rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak. Termasuk kekerasan dan pelecehan seksual yang sering menimpa jurnalis perempuan saat berada di lapangan.
Hal ini dibenarkan oleh Ida Triwulandari, SE, ME, Kabid Pemberdayaan Perlindungan Perempuan DP3AK, yang mewakili Kepala DP3AK Jawa Timur. Menurut Ida, kegiatan ini merupakan kelanjutan dari penandatanganan MoU antara DP3AK dengan Stikosa AWS, dan dua lembaga lain pada bulan Oktober 2022 untuk mencegah kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Ida Triwulandari menegaskan penjelasan Jokhanan bahwa kasus kekerasan di Jawa Timur luar biasa banyak. Seperti fenomena gunung es. Jumlah yang tidak terlapor bisa lebih banyak dari jumlah terlapor. Oleh karena itu Pemerintah harus melakukan jejaring dan edukasi secara masif.
“Pemerintah hadir memberikan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan” tegas Ida.
Maka pembekalan materi yang diberikan kepada para mahasiswa Stikosa AWS tersebut nantinya bisa menjadi bahan untuk pembuatan kampanye anti kekerasan di berbagai platform media sosial. (sas)