Surabaya (prapanca.id) – Akhir Januari 2024 lalu, kapal pesiar Cruise MS Maasdam berlabuh di Gapura Surya Nusantara Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kapal pesiar dengan panjang 220 meter ini membawa 1.218 penumpang turis dari negara-negara Eropa dan Amerika.
Dari ribuan penumpang, lebih dari separo jumlah turis turun dari kapal dan berkeliling menikmati destinasi wisata kota Surabaya, antara lain di Museum Kretek House of Sampoerna, Pura Jagat Karana, Monumen Kapal Selam (Monkasel), Hotel Majapahit, Patung Joko Dolog dan Pasar Bunga Kayoon.
Yang menarik, saat mengunjungi patung Joko Dolog di kawasan Taman Apsari tersebut, selain kisah tentang patung Joko Dolog, para turis sangat tertarik dengan jajanan Cilok dan makanan kampung lain yang sehari-hari biasa dijajakan oleh penjual makanan kaki lima di sekitar kawasan patung Joko Dolog.
Dari peristiwa tersebut, setidaknya ada dua kata kunci yang bisa dipetik. Selain makin meneguhkan potensi kota Surabaya sebagai daerah tujuan wisata heritage, potensi kuliner tradisional bisa makin digali untuk menarik minat para wisatawan, khususnya wisatawan manca negara.
Pemerintah Kota Surabaya pun sangat serius untuk menggali potensi obyek wisata heritage, dengan merevitalisasi bangunan-bangunan kuno sekaligus menyediakan sarana penunjangnya.
Dalam kaitan tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Hidayat Syah, mengatakan Pemkot Surabaya telah mempermudah konektivitas kota lama dengan para wisatawan. Yaitu, melalui armada transportasi umum Suroboyo Bus dan Wira-Wiri Suroboyo. Para pelancong dapat memulai perjalanan melalui centerpoint di Taman Sejarah Surabaya.
Sebagai kota kuno yang sudah ada sejak jaman Majapahit pada abad 13, maka penelusuran jejak sejarah Majapahit juga sangat menarik untuk dikemas sebagai paket wisata.
Mengingat jejak sejarahnya masih ada. Yakni trip wisata ke tiga kampung di Surabaya yang sudah terkenal sejak jaman Majapahit, yaitu kampung Peneleh di Kecamatan Genteng, Bungkul di Kecamatan Darmo dan kampung Pagesangan di kecamatan Jambangan.
Dalam Prasasti Canggu yang dikeluarkan oleh Prabu Hayam Wuruk, Raja Majapahit ke-4, pada tahun Saka 1280 atau 7 Juli 1358 Masehi, menyebutkan pemberian anugerah berupa status tanah perdikan kepada naditira pradeca yakni desa-desa di sepanjang aliran Sungai Brantas yang mempunyai pelabuhan sungai berupa tambangan penyeberangan.
Desa-desa tersebut dianggap berjasa dalam menggerakkan laju perekonomian. Diantara nama desa yang disebut, yakni desa Gsang, Bukul dan Curabhaya. Berdasarkan toponim, ketiga nama desa itu merujuk pada kampung Pagesangan (Gsang), Bungkul (Bukul) dan Surabaya (curabhaya). Berdasarkan referensi dan peninggalan sejarah yang ada, nama Curabhaya merujuk pada kampung Peneleh sekarang.
Kampung Peneleh memang sudah berkembang sebagai kampung wisata heritage. Dilewati oleh aliran Sungai Kalimas yang bermuara ke Sungai Brantas. Kampung lawas ini memiliki banyak spot wisata yang bernilai historikal tinggi.
Mulai kediaman HOS Tjokroaminoto, rumah kelahiran Bung Karno, masjid tertua peninggalan Sunan Ampel, hingga makam Belanda. Sedangkan bukti sejarah berkaitan dengan prasasti Canggu adalah ditemukannya artefak berupa Sumur Jobong di kampung Pandean pada tahun 2018.
Dari penelitian arkeologis, sumur ini diketahui sudah ada sejak 1430. Bentuk Sumur Jobong yang ditemukan di kampung Pandean Peneleh sama persis dengan sumur jobong yang terletak di Trowulan, ibukota Kerajaan Majapahit.
Trip selanjutnya adalah kawasan Bungkul. Peninggalan sejarah yang tersisa adalah makam Mbah Bungkul atau Sunan Bungkul yang banyak dikunjungi peziarah. Beliau hidup sejaman dengan Sunan Ampel, dan merupakan mertua dari Sunan Giri, salah satu Wali Songo.
Versi lain menyebut bahwa Sunan Bungkul sejatinya adalah Empu Supo, seorang ahli pembuat keris yang sangat terkenal di jaman Majapahit, yang kemudian memeluk agama Islam.
Di depan makam Sunan Bungkul adalah taman wisata kota, yang tiap hari ramai dikunjungi warga kota. Taman kota ini mempunyai fasilitas yang sangat lengkap. Mulai dari wifi sampai arena bermain anak-anak.
Pada tahun 2013, Taman Bungkul mendapat penghargaan internasional dari PBB berupa The Asian 2013 Townscape Sector Award. Di areal ini juga terdapat sentra PKL kuliner. Salah satu yang terkenal adalah Rawon Kalkulator yang sudah berdiri sejak 38 tahun lalu dan konon pemiliknya kini sudah menginjak generasi ke-4.
Sedangkan aliran Sungai Kalimas relatif berdekatan dengan kawasan Bungkul. Jika ditarik garis lurus, di tahun 70-an masih terdapat rakit tambangan yang menghubungkan kawasan Jl. Ngagel dengan area Bungkul. Rakit itu diusahakan oleh penduduk setempat dan banyak digunakan penduduk untuk menyeberangi Sungai Kalimas.
Trip terakhir adalah di kampung Pagesangan Kecamatan Jambangan. Satu-satunya kampung di Surabaya yang masih terdapat jasa penyeberangan berupa rakit tambangan, jika dikaitkan dengan prasasti Canggu diatas.
Tambangan itu sampai sekarang masih digunakan oleh penduduk setempat untuk menyeberangi Sungai Brantas. Wilayah kelurahan Pagesangan juga merupakan lokasi dari Masjid Agung Surabaya, yang merupakan masjid terbesar kedua setelah masjid Istiqlal Jakarta. Selain lapangan parkir yang luas, juga tersedia taman bermain di sisi kiri areal masjid.
Yang menarik, di lapangan luas samping kiri masjid terdapat sentra kuliner yang selalu penuh oleh pengunjung. Ratusan PKL memajang lapak dagangannya dengan rapi dan tersedia aneka kuliner mulai dari kreco, cimol, wader sampai streetfood ala Korea.
Pengunjung bisa menyantap hidangan secara lesehan maupun duduk di masing-masing bangku lapak. Sesekali di lapangan ini digelar aneka pertunjukan, mulai dari orkes dangdut dan ludruk yang disajikan oleh warga kelurahan Pagesangan.
Di kelurahan ini memang terdapat grup ludruk Warna Budaya Pagesangan yang beranggotakan warga masyarakat setempat. Menurut ketuanya, Bambang Sugeng, grup ludruk ini berdiri tahun 2016 dan sudah sering menggelar pentas di lapangan Masjid Agung dan Balai Budaya. Secara rutin, anggota grup mengadakan latihan di balai kelurahan.
Jadi, sesekali perlu lakukan trip wisata di tiga kampung kuno itu. Bisa dicoba. Asyik kok! (Sas)