Jakarta (prapanca.id) – Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengungkapkan dua tantangan utama yang dihadapi oleh media massa dalam menghadapi perubahan besar dari konvensional ke era digital.
Selama kunjungannya ke Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat di Jakarta pada Kamis (30/11/2023), Ganjar menyoroti dampak guncangan yang dirasakan oleh sebagian besar media massa selama transisi tersebut.
“Ada dua tantangan, yang pertama, ketika disrupsi media sedang terjadi dari konvensional menjadi digital, rasa-rasanya seluruh media sedang terguncang,” ujar Ganjar.
Ganjar menekankan perlunya dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan untuk menjaga keberlanjutan aktivitas media massa di era digital ini. Menurutnya, perubahan regulasi dan insentif yang diberikan dapat membantu media massa beradaptasi dengan transisi dari konvensional ke digital.
“Maka, memang perlu dukungan dari Pemerintah (supaya) bisa bertahan, bisa mengubah regulasinya atau intensif yang diberikan, sehingga mereka akan bisa berproses dari konvensional ke digital,” tambahnya.
Tantangan kedua yang disoroti oleh Ganjar adalah masifnya kehadiran media sosial sebagai kompetitor utama bagi media massa arus utama. Ganjar menyatakan perlunya pengembangan ilmu komunikasi dan inovasi dalam menyampaikan informasi sebagai upaya untuk bersaing dengan media sosial.
“Kedua, tentu karena ada kompetitor, kalau bisa saya sebut ada medsos (media sosial). Maka, hari ini, rasa-rasanya kita butuh ilmu komunikasi, kita berkembang,” ungkap Ganjar.
Ganjar juga menyoroti pentingnya mematuhi pedoman Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam menghadapi perubahan ini. Menurutnya, meskipun media massa harus berkembang secara inovatif, mereka tetap harus memperhatikan etika jurnalistik.
“Sangat penting agar (media) yang mainstream bisa menjalankan bisnis medianya sesuai dengan kode etik jurnalistik yang ada, tetapi yang media sosial diajarkan,” tandas Ganjar.
Kunjungan Ganjar ke Kantor PWI Pusat juga disertai dengan momen candaan mengenai persepsi wajahnya yang mirip hantu, membuat masyarakat enggan berfoto bersamanya. Meski begitu, Ganjar menyatakan penghargaannya kepada jajaran PWI Pusat yang dianggapnya sebagai sosok yang pemberani.
“Kalau ini (PWI), saya lihat pemberani semua. Nanti mau milih siapa aja, saya tahu kok yang di sini,” ujar Ganjar sambil berkelakar.
Pada kesempatan tersebut, Ganjar juga menyampaikan pengalamannya di Yogyakarta, di mana seorang ibu berusaha mengambil foto bersamanya meskipun ada aturan netralitas ASN yang harus dipatuhi oleh para pegawai negeri sipil (ASN). Ganjar mengajukan pertanyaan dengan candaan apakah wajahnya seperti hantu sehingga masyarakat takut berfoto bersamanya. (din)