Salah satu masalah yang sering muncul dalam komunikasi di Indonesia adalah perbedaan sudut pandang antara komunikator dan komunikan.
Sudut pandang adalah cara pandang atau persepsi seseorang terhadap suatu hal atau peristiwa. Sudut pandang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti latar belakang budaya, pendidikan, pengalaman, nilai-nilai, dan kepentingan. Perbedaan sudut pandang dapat menyebabkan kesalahpahaman, konflik, atau bahkan kegagalan komunikasi.
Contoh kasus yang menunjukkan perbedaan sudut pandang antara komunikator dan komunikan adalah sebagai berikut:
- Kasus pertama: Seorang dosen memberikan tugas kepada mahasiswanya untuk membuat makalah tentang suatu topik. Dosen tersebut mengharapkan mahasiswa menulis makalah dengan gaya akademik yang formal, logis, dan objektif. Namun, sebagian mahasiswa menulis makalah dengan gaya yang informal, emosional, dan subjektif. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan dari dosen yang merasa mahasiswa tidak mengikuti instruksi dan standar yang ditetapkan. Di sisi lain, mahasiswa merasa dosen terlalu kaku dan tidak menghargai kreativitas dan ekspresi mereka.
- Kasus kedua: Seorang wartawan mengirimkan laporan tentang suatu peristiwa kepada redaktur. Wartawan tersebut menulis laporan dengan gaya yang informatif, faktual, dan netral. Namun, redaktur mengubah sebagian isi laporan dengan menambahkan opini, interpretasi, atau bahkan provokasi. Hal ini menimbulkan kekecewaan dari wartawan yang merasa laporannya tidak akurat dan tidak profesional. Di sisi lain, redaktur merasa wartawan terlalu datar dan tidak menarik perhatian pembaca.
- Kasus ketiga: Seorang pegawai negeri sipil (PNS) melaporkan hasil kerjanya kepada atasan. Pegawai tersebut melaporkan dengan gaya yang singkat, padat, dan jelas. Namun, atasan mengkritik laporan tersebut dengan gaya yang panjang lebar, bertele-tele, dan tidak jelas. Hal ini menimbulkan kebingungan dari pegawai yang merasa laporannya sudah cukup dan tidak perlu ditambahi. Di sisi lain, atasan merasa pegawai terlalu cepat dan tidak detail.
Dari ketiga kasus di atas, dapat dilihat bahwa perbedaan sudut pandang antara komunikator dan komunikan dapat mempengaruhi proses dan hasil komunikasi.
Oleh karena itu, penting bagi para pelaku komunikasi untuk memahami sudut pandang masing-masing pihak dan mencari titik temu atau kesepakatan yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan mereka
Problem di Komunikasi Massa
Bagaimana dengan problem serupa di dunia komunikasi massa? Mungkin kita bisa membayangkan sebuah sistem yang mampu menghasilkan konten media yang sesuai dengan kebutuhan dan minat audiens.
Misalnya, sistem tersebut bisa membuat berita, artikel, podcast, video, atau media lainnya yang relevan dengan topik, genre, gaya, dan sudut pandang yang diminati oleh audiens.
Sistem tersebut juga bisa menyesuaikan konten media dengan konteks sosial, budaya, dan politik yang ada di masyarakat. Dengan demikian, audiens bisa mendapatkan informasi yang lebih bermanfaat, menarik, dan menghibur dari media massa.
Tentu saja, sistem seperti ini juga memiliki tantangan dan risiko yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah bagaimana menjaga kredibilitas dan etika dalam menghasilkan konten media.
Sistem tersebut harus mampu membedakan fakta dan opini, serta menghindari bias, manipulasi, atau desinformasi yang bisa merugikan audiens atau pihak lain.
Sistem tersebut juga harus menghormati hak cipta dan privasi dari sumber-sumber yang digunakan dalam konten media.
Selain itu, sistem tersebut harus transparan dan akuntabel dalam proses pembuatan konten media, serta memberikan ruang bagi partisipasi dan kritik dari audiens atau pihak lain yang terkait.