Surabaya (prapanca.id) – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024 di Jawa Timur kembali menjadi sorotan. Hingga kemarin, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur menerima 16 aduan masyarakat perihal sistem zonasi.
Berbagai laporan mengenai kejanggalan dan keluhan terkait sistem zonasi dan jalur prestasi berdatangan dari berbagai daerah. Mulai dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Bojonegoro, Jombang, Malang, Blitar hingga Lamongan.
“Itu semua baru tahap konsultasi, belum masuk laporan,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin, Rabu (10/7/2024).
Ombudsman, kata Agus, meminta pelapor berinisiatif dengan melaporkan terlebih dahulu ke Posko Pengaduan PPDB Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim. “Kalau 14 hari tidak ada tindak lanjut, baru kami mengambil alih penanganan,” tegasnya.
Agus menambahkan kebanyakan para pendaftar mengeluhkan terkait teknis zonasi. Para pendaftar ini punya alamat yang dekat dengan sekolah, akan tetapi yang diterima justru alamatnya jauh dari sekolah.
“Masih banyak masyarakat yang kurang paham dengan zonasi radius/kewilayahan,” imbuhnya.
Dari 16 konsultasi itu, lanjut Agus, seorang pelapor mengusulkan agar pagu jalur prestasi nilai diperbanyak atau disamakan dengan jalur zonasi. “Usulan ini bertujuan untuk meningkatkan semangat belajar siswa,” ungkapnya.
Di Wonokromo Surabaya, kata Agus, seorang pelapor mempertanyakan langkah yang harus ditempuh setelah pengambilan PIN dan peluang anaknya untuk bisa diterima di salah satu SMK Negeri di Surabaya.
Laporan dari Gubeng, Surabaya, mengungkap dugaan adanya pihak yang menumpang pada Kartu Keluarga (KK) warga Surabaya, yang dapat mengurangi kesempatan anak pelapor masuk jalur zonasi.
Kejadian serupa dilaporkan dari Waru, Sidoarjo. Di mana ada kejanggalan dalam penerimaan jalur zonasi karena alamat yang jauh dari sekolah justru diterima.
Di Gresik, pada hari yang sama, lanjut dia, keluhan datang dari warga yang rumahnya berjarak 400 meter dari sekolah tetapi banyak yang belum diterima.
“Di Bojonegoro terdapat usulan untuk mengubah aturan zonasi sebaran dari 20% menjadi 10% dan zonasi jarak 40%, karena pagu di semua SMAN kurang akibat aturan tersebut,” terangnya.
Sistem zonasi juga menuai kekecewaan di Sidoarjo. Banyak calon siswa di sekitar sekolah tidak diterima. Pada hari yang sama, melalui email, kata Agus, ada permintaan untuk pemeriksaan dan verifikasi alamat pada PPDB SMA jalur zonasi.
Di Penjaringan Sari, juga seorang pelapor mempertanyakan cara penghitungan jarak oleh Dinas Pendidikan karena anaknya tidak lolos di tiga sekolah terdekat.
“Kejadian serupa terjadi di Jombang, di mana anak pelapor yang rumahnya berjarak 574 meter dari SMAN 2 harus dikalahkan oleh peserta yang pindah KK ke RT terdekat,” terangnya.
Di Lamongan, seorang pelapor berharap ada transparansi terkait PPDB di SMAN 2 Lamongan karena adanya kejanggalan jarak pada sistem zonasi.
Di Surabaya, pelapor lainnya menanyakan surat rekomendasi jalur prestasi lomba dan menyatakan keberatan anaknya tidak diterima melalui jalur prestasi lomba di SMA.
“Kami berharap untuk jalur prestasi ini juga diumumkan siapa saja yang lolos dan prestasinya apa saja. Ini untuk mengantisipasi terjadinya titipan di jalur ini,” jelasnya.
Ia menambahkan, permasalahan yang beberapa terjadi ini memang lebih sering pada jenjang PPDB SMA di berbagai kota di Jawa Timur.
“Untuk itu, permasalahan yang sedang ditangani dan diteliti ini sebaiknya tidak berlarut dan mendapat hasil yang baik antar sekolah dan para siswa yang mendaftar,” pungkasnya. (geh)