Surabaya (prapanca.id) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berkomitmen memberikan dukungan kepada keluarga miskin dengan menyalurkan bantuan berupa modal usaha, rombong, mesin jahit, serta peralatan dan barang toko kelontong. Sebanyak 35 orang yang tergabung dalam kelompok masyarakat (Pokmas) yang bertugas memasak dan petugas pengiriman (Pertukir) permakanan di Kota Surabaya menerima bantuan tersebut dalam acara yang digelar di Halaman Lobi Balai Kota Surabaya pada Senin (15/1/2024).
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, didampingi oleh Ketua Tim Penggerak PKK Surabaya, Rini Indriyani, Sekretaris Kota Surabaya, Ikhsan, dan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Surabaya, Moch. Hamzah, turut memberikan bantuan kepada perwakilan penerima manfaat.
Wali Kota Eri menyampaikan bahwa sejak menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) Surabaya, pihaknya telah mengidentifikasi bahwa anggota Pokmas dan Pertukir berasal dari keluarga miskin. Pemkot Surabaya sebelumnya telah memberikan pelatihan memasak kepada Pokmas sebagai bagian dari program permakanan.
“Ini namanya padat karya dalam bidang permakanan. Dalam kenyataannya memang tidak hanya keluarga miskin. Tetapi seharusnya yang diutamakan adalah kelompok masyarakat dari keluarga miskin dulu,” ungkap Wali Kota Eri.
Dengan pemberian bantuan ini, Wali Kota Eri berharap keluarga miskin dapat meningkatkan kualitas hidup, mandiri, dan turut serta dalam peningkatan kesejahteraan keluarga.
“Setelah mendapat bantuan, maka berapa pendapatan mereka? Karena kalau dia memiliki anak, bisa ikut bekerja lewat program padat karya. Bahkan, ada orang tua dan anaknya ikut padat karya dan total pendapatan mereka dalam satu keluarga sudah mencapai Rp10 juta,” jelasnya.
Pemkot Surabaya fokus pada pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Kota Pahlawan. Data keluarga miskin, termasuk alamat, profesi pekerjaan, dan pendapatan bulanan, telah dikantongi oleh Pemkot sebagai dasar untuk berbagai program.
“Saya akan konsentrasi dulu kepada keluarga miskin yang mau bekerja, datanya sudah ada. Kecuali keluarga miskin yang tidak mau diintervensi. Lalu, keluarga miskin yang sudah mendapat intervensi tapi barangnya (bantuannya) dijual semua, dan itu tidak akan saya bantu selamanya,” tegas Wali Kota Eri.
Wali Kota Eri menyadari adanya kasus keluarga miskin yang menjual barang bantuan, sehingga dia menegaskan bahwa bantuan akan dicabut jika digunakan untuk tujuan tersebut. Pemantauan akan dilakukan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemkot Surabaya, termasuk Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopdag) yang akan memantau penerima bantuan rombong dan mesin jahit.
“Ini menjadi bagian kontra kinerja dari masing-masing OPD, yang saya tandatangani kemarin salah satunya adalah pengampu kemiskinan ini,” ucap Wali Kota Eri.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Anna Fajriatin, menyampaikan bahwa anggota Pokmas dan Pertukir mencapai 1.559 orang, namun yang terkategori keluarga miskin hanya 103 orang. Dari pembaharuan data, 55 orang di antaranya masuk kategori keluarga miskin, dan 35 orang di antaranya menerima bantuan dari Pemkot Surabaya.
“Dari 55 orang tadi ditawari lagi, ada yang tidak bersedia. Kalau tidak bersedia tidak kami paksa. Sebetulnya ada 36 orang, tetapi yang satu orang tersebut sudah punya mesin jahit maka yang dibutuhkan adalah orderannya. Jadi sudah kami hubungkan dengan Dinkopdag Surabaya untuk mencarikan orderan menjahit,” kata Anna.
Bantuan yang disalurkan kepada 35 orang terdiri dari rombong dan modal usaha senilai Rp1,5 juta untuk 25 orang, mesin jahit untuk 2 orang, serta peralatan dan barang-barang toko kelontong untuk 8 orang.
“Sisanya yang tidak bersedia menerima bantuan tidak kami lepas begitu saja, tetapi kami dalami lagi, akan kami survei ulang dan dekati,” tambah Anna.
Anna menekankan pentingnya koordinasi dengan camat dan lurah setempat untuk melakukan pemantauan dan monitoring agar bantuan tidak dijual. Sesuai arahan Wali Kota Eri, Dinsos Kota Surabaya akan membuat grup WAG yang melibatkan OPD, camat, lurah, dan 35 penerima manfaat untuk melakukan pemantauan. Proses ini akan dimonitor langsung oleh Wali Kota Eri.
“Tentunya ini bentuk keseriusan kami karena akan dilakukan monitoring dan dipantau langsung oleh Bapak Wali Kota. 35 orang ini dijadikan pilot project, kalau mereka bisa (lepas) maka yang lain juga bisa. Sehingga (bantuan) tidak hanya diberikan lalu dilepas, jadi ada monitoring yang berkelanjutan setiap bulan,” jelas Anna.
Anna menjelaskan bahwa jumlah modal usaha bervariasi tergantung jenis bantuan yang diterima, dengan maksimal mencapai Rp5 juta. “Ada ketentuannya karena bantuan ini bersumber dari Baznas. Ini keikutsertaan semua pihak yang berasal dari zakat untuk warga Surabaya,” pungkasnya. (agu)