Surabaya (prapanca.id) – Pasca perayaan Lebaran, fenomena urbanisasi kembali menjadi perhatian Pemerintah Kota Surabaya. Sebagai kota besar kedua di Indonesia, Surabaya sering menjadi magnet bagi masyarakat yang bermaksud berpindah dari daerah asalnya. Untuk mengantisipasi dampak negatif dari urbanisasi yang tidak terkendali, Pemerintah Kota Surabaya gencar melakukan pengawasan, terutama bersama RT-RW dan pemilik kos.
Eddy Christijanto, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, menjelaskan bahwa kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya rutin menghadapi arus urbanisasi pasca Lebaran. Masyarakat berpindah ke kota besar atas berbagai alasan, mulai dari mencari pekerjaan hingga alasan pribadi.
Dalam upaya membedakan antara urbanisasi yang sah dan tidak sah, Eddy menegaskan bahwa pindah ke Surabaya atas dasar pekerjaan atau mutasi resmi diperbolehkan. Namun, urbanisasi tanpa tujuan yang jelas, seperti tidak memiliki pekerjaan atau tempat tinggal yang pasti, menjadi fokus penindakan.
“Pemkot Surabaya tidak menghalangi masyarakat mencari nafkah di sini selama tujuannya jelas. Namun, urbanisasi yang tidak terkendali dapat memicu masalah baru seperti peningkatan kriminalitas dan pengangguran,” ujar Eddy.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Kota Surabaya melalui Dispendukcapil melakukan pendataan di lapangan dengan melibatkan RT dan RW di seluruh wilayah Kota Surabaya. Tim khusus juga dibentuk untuk mendata penduduk baru yang tinggal di kota ini.
“Setelah mendapatkan data tentang pekerjaan dan tempat tinggal mereka, kami akan memverifikasi apakah informasi yang diberikan sesuai dengan kenyataan,” tambahnya.
Pemkot Surabaya juga meningkatkan kerjasama dengan RT-RW dan pemilik kos untuk memantau penduduk baru di wilayah mereka. Selain itu, sosialisasi dilakukan kepada masyarakat agar mereka melaporkan secara akurat mengenai keberadaan dan aktivitas mereka di Surabaya.
“Warga non-Surabaya diperbolehkan mengadu nasib di sini, namun mereka harus memiliki pekerjaan dan tempat tinggal yang jelas agar tidak menimbulkan masalah baru,” tegasnya.
Eddy menegaskan bahwa langkah-langkah ini tidak bermaksud menghalangi masyarakat dari daerah lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Surabaya. Namun, upaya ini bertujuan untuk memastikan bahwa keberadaan mereka tidak merugikan masyarakat dan keamanan Kota Surabaya.
“Dalam kasus pemukiman kumuh, kami melakukan relokasi bagi mereka yang memiliki pekerjaan tetap. Namun, bagi yang tidak memiliki pekerjaan yang jelas, kami akan mengembalikan mereka ke daerah asal,” pungkasnya. (agu)