Surabaya (prapanca.id) – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur menangani 947 laporan aduan sepanjang tahun 2023. Isu pelayanan pemerintahan, pertanahan, hingga kepolisian menjadi peringkat teratas yang dilaporkan masyarakat.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur, Agus Muttaqin, mengatakannya di sela acara refleksi akhir tahun Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Timur di hotel kawasan jalan raya Kedung Baruk Surabaya Selasa (5/12). Menurut Agus, tingkat kepercayaan publik terhadap Ombudsman Jawa Timur mengalami kenaikan.
Hal itu tergambar pada data penerimaan laporan masyarakat makin stabil dan menunjukkan tren positif. Dalam kurun waktu yang sama, kata dia, ada kenaikan sekitar 30 persen jumlah laporan masyarakat.
“Rinciannya, 569 laporan konsultasi non laporan (KNL), 30 laporan respons cepat Ombudsman (RCO), 347 laporan masyarakat (LM), dan 1 Investigasi atas Prakarsa Sendiri (IAPS),” ungkapnya.
Selanjutnya, kata Agus, dari data tersebut yang berlanjut ke pemeriksaan sebanyak 211 laporan. Rinciannya, 135 laporan telah ditutup dan 76 masih dalam proses penanganan. “Tentu saja jumlah laporan tersebut lebih baik dibanding semester I/2022,” imbuhnya.
Saat itu, lanjut dia, Ombudsman Jawa Timur hanya menerima 203 laporan, dan yang diselesaikan pada Januari-Juni 2022 sebanyak 88 laporan.
Pihaknya, ujar Agus, menjelaskan bahwa kenaikan jumlah laporan tidak menyelesaikan permasalahan klasik sebaran domisili pelapor yang kurang merata. Warga di Jawa Timur bagian utara, kecuali Pulau Madura, tetap mendominasi jumlah laporan.
“Sedang dari substansi laporan hampir tidak ada perubahan tren dibanding tahun sebelumnya,” paparnya.
Isu pelayanan pemerintahan, pertanahan, dan kepolisian, menurut Agus tetap pada posisi teratas. Hanya, belakangan ada tren pengaduan masyarakat dengan substansi hak-hak sipil, khususnya perizinan pembangunan rumah ibadah makin banyak.
“Setidaknya, satu tahun terakhir ada 3 laporan perizinan rumah ibadah yang masuk, yakni di 1 Kutisari Utara, Surabaya, dan 2 di Desa Petiken, Driyorejo, Gresik. Ini yang menjadi perhatian bagi insan Ombudsman di Jawa Timur,” beber Agus.
Di samping itu, Ombudsman Jawa Timur, ujar Agus, menerima banyak laporan masyarakat sektor pendidikan, yakni PPDB, pungli di sekolah, dan penahanan ijazah. Laporan PPDB didominasi tidak jalannya layanan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem zonasi oleh dinas pendidikan setempat.
“Demikian juga soal pungli. Bahkan yang menjadi ironi, sekolah tidak segera menghentikan pungutan, tetapi justru mengintimidasi wali murid pelapor untuk mencabut laporan ke Ombudsman,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya terus mengampanyekan penghentian pungli di sekolah. Caranya, lanjut Agus, dengan menggandeng media massa. (geh)