Surabaya (prapanca.id) – Singa tua itu masih perkasa. Di usianya yang ke-72, suaranya masih gahar di tengah dentuman drum, lengkingan gitar listrik dan paduan komposisi alat musik etnis nusantara dengan aransemen yang apik dan unik.
Dialah Sawung Jabo & Sirkus Barock. Pada Selasa malam lalu 14/11/2023 tampil di Gedung Cak Durasim, Jl. Gentengkali 85 Surabaya. Konser musik bertajuk “Kado Nggo Jabo” (kado untuk Jabo) itu diprakarsai Komunitas Sedulur Semanggi Surabaya (SSS).
Yang menarik dan cukup dramatis, sejak setahun belakangan ini Sawung Jabo menderita parkinson, sehingga tubuhnya terus bergerak-gerak tanpa sadar. Beberapa hari sebelum pentas musik, Ketua Seduluran Semanggi Suroboyo, Henky Kurniadi, sempat menyatakan kekuatirannya dengan kondisi kesehatan Jabo tersebut. Namun Jabo tetap kekeuh tampil di Surabaya, kota kelahirannya.
Saat masuk di area panggung, Sawung Jabo harus dipapah oleh dua orang kru. Suasana juga sempat mencekam, karena beberapa menit, Sawung hanya bergerak-gerak, tampak kesulitan memulai intro gitar. Dua orang kru datang membantu. Ekspresinya nampak tegang. Penonton terdiam ikut tegang. Beberapa penonton memberi semangat dengan memanggil-manggil namanya.
Untunglah ketegangan itu ,tak berlangsung lama. Setelah penampilan penyanyi Djatu Parmawati membawakan lagu “Suara hati Pengembara” sebagai pembuka konser, Sawung Jabo seolah mendapat energi baru dan menggiring antusias penonton yang memadati gedung Cak Durasim dengan 15 repertoar lagu yang sudah disiapkan, antara lain : Surabaya oh Surabaya, Nyanyian Jiwa, Dongeng Politik, Langit Merah, dan sebagainya. Di sisi kanan panggung, perupa Asri Nugroho, yang juga sahabat Jabo, sesekali bergoyang sambil menggoreskan catnya di kanvas besar, melukis wajah si pemusik kebanggan arek Suroboyo ini.
Malam itu Sawung Jabo membawa personel lengkap Sirkus Barock, yakni Emanuel Hertoto alias Toto Tewel pada lead guitar, Ucok (violin), Denny (perkusi), Hasnan (cello), Bagus (keyboard), Joel (gitar), Tauhid (bass) dan Wasis (drum).
Sebagai pembuka acara, tampil sejumlah seniman yang tergabung dalam Komunitas Seduluran Semanggi Suroboyo. Antara lain penampilan Rubi kastubi Band pimpinan Prof Rubi Kastubi, Djatu Parmawati, pemusik Bambang Jhon cs, Desy Agustina yang membawakan lagu-lagu karyanya serta musikalisasi puisi Dindy Supardi & Helen.
Menurut Henky Kurniadi, event Kado Nggo Jabo merupakan persembahan komunitasnya serta masyarakat Surabaya untuk mengapresiasi Sawung Jabo yang merupakan seniman asli Surabaya yang sukses malang melintang di jagad musik.
“Sawung Jabo adalah legenda hidup pemusik yang dimiliki Surabaya” ujar Henky.
Musik tapi tak punya gitar
Cukup menarik mengulik perjalanan musik Sawung Jabo ini. Terlahir dengan nama Mochamad Djohansyah pada 4 Mei 1951 di kampung Ampel Surabaya. Julukan Sawung Jabo itu ia dapatkan dari kakak-kakak kelasnya saat kuliah di Akademi Musik Indonesia (AMI) Yogyakarta di tahun 70-an. Di kota ini, ia mendirikan grup musik Sirkus Barock pada tahun 1976 dan sudah mengeluarkan 7 album.
Di Yogya pulalah bakat seninya ditempa. Ia terlibat dalam berbagai kegiatan seni, mulai musik, teater, lukis dan tari. Sawung makin matang setelah bergabung dengan Bengkel Teater WS Rendra. Namanya makin melejit ketika terlibat di grup SWAMI dan Kantata Takwa bersama Iwan Fals dan Setiawan Jody.
Sawung Jabo dikenal dengan konsep bermusiknya yang menggabungkan elemen musik dan timur. Menurut Jabo, keragaman etnik di Indonesia itu luar biasa banyaknya. Ada Jawa, Bali, Sunda, NTT, Dayak, Papua dan sebagainya. Itu semua merupakan harta karun yang bisa diolah para musisi agar memiliki karasteristik kekaryaan dan mencuri perhatian publik dunia.
Sebelum menimba ilmu di Jogja, Jabo bergabung di teater Bengkel Muda Surabaya, bergaul akrab dengan Gombloh, Leo Kristi, Naniel dan sebagainya. Rokim Dakas, sahabatnya sesama Bengkel Muda, mempunyai kisah menarik tentang suka duka Jabo, yang akhirnya menikahi Suzan Piper, warga negara Australia.
“Walaupun Jabo kuliah musik, tapi satu gitar pun dia nggak punya” ungkap Rokim sambil tertawa. “Jangankan gitar, untuk bayar SPP aja nggak punya. Jadi ya bonek (bondo nekat) saja” tambahnya. Sehari-hari Jabo tinggal di Bengkel Teater Rendra.
Adalah Suzan Piper, yang waktu itu Staf Konsul Australia, suatu hari berkenalan dengan Jabo dan diajak ke Bengkel Teater. Rupanya Suzan suka bergaul dengan seniman-seniman asuhan WS Rendra itu, bahkan ikut bergabung sebagai anggota pula. Mendengar Jabo kuliah musik tapi tidak punya gitar, Suzan kemudian membelikan sebuah gitar untuk Jabo.
Sejak itu hubungan keduanya makin akrab. Tahun 1979, Sawung Jabo menikahi Suzan, dikaruniai dua anak dan cucu. Kini mereka tinggal di Sidney, Australia. Dalam beberapa kali konser, terlihat Suzan juga ikut sebagai penyanyi latar. (sas)