Surabaya (prapanca.id) – Lima buah lukisan super besar memenuhi dua sisi dinding ruang pertemuan Balai Wartawan A.Azis, Jl Taman Apsari 15-17 Surabaya. Lima lukisan itu ternyata satu kesatuan. Menggambarkan kisah berdirinya Kerajaan Majapahit. Di bawah barisan lukisan itu ada beragam ornamen melambangkan purbakala.
Ada puluhan keris, tumbak dan dupa yang terus menyala. Sementara di dinding dan lantai juga dipenuhi lukisan besar dan benda-benda masa lampau, seperti kendi, bejana, piring kuno, namun tertata sangat artistik. Masing-masing karya punya makna dan saling berkaitan, seperti jalinan kisah sejarah.
Itulah suasana pameran tunggal ‘Jelajah Tanah Leluhur’ yang digelar oleh pelukis Jansen Jasien, saat rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT PWI ke-78 tingkat Jawa Timur. Pameran tunggal itu digelar selama 5 hari, dari tanggal 28 Pebruari sampai 5 Maret 2024.
Rupanya momen itu adalah saat terakhir berjumpa dengan Jansen. Berita mengagetkan diterima via WAG bahwa pelukis kelahiran Gresik, 15 April 1974, itu telah berpulang pada hari Selasa (14/5/2024), pukul 21.38 di RSUD dr Soetomo, karena sakit. Dan telah dimakamkan pada pukul 01.00 di Pemakaman Islam Desa Tambak Kemeraan, kec Krian, Sidoarjo.
Bernama asli Mohamad Yasin, JJ, demikian panggilan akrabnya, adalah sahabat para wartawan. Kedekatannya dengan insan pers Jawa Timur sudah dimulai sejak 2008, saat ia mengadakan pameran tunggal bertema Hari Pahlawan di Balai Wartawan serta penghargaan terhadap 9 tokoh pers peduli seni budaya. Walaupun kesehariannya agak pendiam tapi ia enak diajak diskusi tentang seni. Namanya sebagai pelukis aliran ekspresionisme dan spesialis mengangkat obyek sejarah sudah mendunia.
Salah satu karyanya tentang landscape Tanjung Perak “Mr D Fock on Tanjung Perak Harbour” kini dikoleksi salah satu museum seni di Belanda. Ia juga peraih penghargaan Masterpiece Art Indonesia (2013) dan sekitar 50 kali pameran bersama dan pameran tunggal di berbagai kota di Indonesia serta di Singapura, Hongkong dan Belanda. Padahal ia tak punya latar belakang pendidikan seni. Jansen adalah pelukis otodidak.
Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim, mengaku merasa sangat kehilangan dengan kepergian JJ. Menurut Lutfil, JJ bukan saja sebagai teman baik namun adalah seniman yg memiliki idealisme kuat menarasikan sejarah lewat goresan di kanvasnya. “JJ memiliki skill tinggi dan kemampuan teknis yg kuat dalam menuangkan cat minyak di atas kanvas” ujarnya.
Bagi Jansen, melukis adalah suatu kehidupan suci lahiriah dan batiniah yang menyatu, terwujud nilai-nilai misterius, religius, dan sekaligus bagian dari ekspresi sosial, budaya dan peradaban manusia. Hal ini ia buktikan dengan aktivitas budayanya. Antara lain : Mendirikan Kelompok Pekerja Seni Pecinta Sejarah (KPSPS) Surabaya pada tahun 2007 dan hingga saat ini masih menjabat sebagai ketua. Ia juga penggagas Tahun Penghargaan 100 pusaka Surabaya bersama Surabaya Heritage serta mendirikan Sjarekat Poesaka Surabaya bersama beberapa tokoh pada tahun 2010.
Tercatat, selain karya lukisan ia juga bergulat secara aktif dalam berbagai kegiatan budaya. Ia merupakan penemu situs candi peninggalan Majapahit di Terung – Krian Sidoarjo pada tahun 2012. Pada tahun yang sama ia juga membangun Monumen Tebu Mas di PG Ngadirejo Kediri. Dan pada rentang waktu 2021 – 2024 ia menemukan Situs dan membangun Punden Kepuh Makam Mbah Bungkem, Dusun Bungkem, Desa Kweden Kembar, Kec. Mojoanyar, Kab. Mojokerto.
Kini sosok yang selalu tampil bersahaja, dengan rambut panjang digelung mirip model jaman kerajaan dulu itu sudah pulang ke tanah leluhur, dalam keabadian, sesuai tema pameran tunggalnya terakhir. Ia pergi meninggalkan seorang istri, Try Ativa, dan dua anaknya, Mahara Swarganessa Sinavas dan Mahesa Sekarmayang Sinavas. (sas)