Surabaya (prapanca.id) – Kampus kawah candradimuka para jurnalis dan praktisi media ini didirikan tanggal 11 November 1964. Awalnya pendidikan tinggi ini berjenjang Diploma (D-3) dengan nama Akademi Wartawan Surabaya (AWS). Dan pada tahun 1984, meningkatkan status menjadi Sekolah Tinggi dengan nama Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) berjenjang Sarjana (S-1).
Salah satu alumni angkatan pertama AWS adalah Farid Dimyati (86 tahun), ex Kasubag Humas Pemkot Surabaya. Ia masuk AWS, pada tahun 1964.
Sambil bekerja sebagai wartawan Harian Umum, yang dilakoninya sejak tahun 1961 sampai 1968. Pada saat kepemimpinan Walikota Surabaya, Kolonel Soekotjo (Sukoco) tahun 1965-1974, Farid direkrut Walikota untuk mengawali pendirian bagian Humas di Pemkot Surabaya dan sekaligus menjadi Pimpinan Redaksi Majalah Gapura, majalah intern Pemkot Surabaya. Dan sejak itulah Farid resmi sebagai pegawai negeri sampai pensiun pada tahun 1994.
Menurut cerita Farid, waktu itu kampus AWS masih numpang di kantor Jawatan Penerangan (Japen) di Jl. Pahlawan, Surabaya.
Japen ini kemudian berubah menjadi Departemen Penerangan (Deppen) dan berubah lagi menjadi Dinas Komunikasi & Informatika (Diskominfo). Beberapa teman seangkatan yang diingatnya antara lain : Amak Syarifudin , Moechtar, Kapten Marjuki, Basoeki Rachmat (dikenal sebagai Pimred Majalah berbahasa Jawa “Jaya Baya” dan pimpinan Sanggar Teater Bengkel Muda Surabaya). Kesemua teman seangkatan itu sudah meninggal dunia.
Selain sebagai wartawan, Farid Dimyati muda adalah sosok yang aktif dalam dunia seni drama. Bersama beberapa seniman dan dukungan penuh Walikota Soekotjo, ia memprakarsai pendirian Dewan Kesenian Surabaya (DKS) yang berdiri pada tanggal 14 Pebruari 1972 dan menjadi salah satu pengurusnya bersama teman kuliahnya, Basoeki Rachmat.
Wartawan lain yang juga menjadi pengurus adalah Drs H. Agil H.Ali (pendiri koran Memorandum dan Ketua PWI Jatim). Farid juga sempat menjadi pengurus PWI Jatim saat Ketua PWI Jatim dijabat oleh Ruba’i Kacasungkana (Wapemred Harian Surabaya Post dan dosen AWS). “Tapi saya lupa tahun berapa waktu itu” kata Farid.
Sebagai dramawan, bersama adiknya Choliq Dimyati (alm) dan H. Moekit Fachturzzi (alm), Farid memprakarsai Lomba Drama Lima Kota yang berlangsung dua tahun sekali. Lomba drama ini sangat ditunggu pegiat teater, dan bertahan hingga periode ke-10. Sayang kegiatan yang mampu menggairahkan kegiatan seni teater di Surabaya dan sekitarnya ini akhirnya tinggal nama, ketika para pelopornya sudah meninggal dunia.
Sebagai mahasiswa, Farid juga aktif dalam kegiatan, bahkan sempat menjadi Ketua Senat Mahasiswa. Saat lulus kuliah, jabatan ketua Senat Mahasiswa itu dipegang oleh Hadiaman Santosa (alm), yang beberapa periode menjadi pengurus PWI Jatim.
Farid lulus dari AWS pada tahun 1966. Ijazah Sarjana Mudanya di tanda tangani oleh Direktur AWS pertama, R. Moejadi Notowardojo, yang juga salah satu pendiri AWS dan Kepala Jawatan Penerangan (Japen) Jawa Timur. Ijazah itu masih masih tersimpan dengan baik bersama kartu mahasiswa AWS, kartu pers dan kartu anggota PWI.
Di usia 86 tahun, Farid Dimyati masih terlihat segar. Bahkan masih aktif melakukan olahraga jalan kaki di sekitaran komplek perumahan. Saat melakukan perjalanan ke Jakarta mengunjungi salah satu anaknya dua bulan lalu, masih tampak kuat naluri jurnalistiknya.
Farid memotret banyak event dan di share ke Facebook. Karya fotonya mempunyai teknik pemotretan yang tinggi dan sangat bernilai sebagai foto jurnalistik. Bahkan tidak mau ketinggalan dengan anak muda, Farid juga menggunakan teknologi AI untuk menghasilkan karya gambar. Karya-karya Farid di share sebagian besar di share ke Facebook.
Farid benar-benar menikmati hari tuanya dengan bahagia dan riang gembira, walaupun sang istri sudah meninggal dunia dua tahun lalu. “Anak saya empat, cucu ada tujuh dan cicit dua. Sekarang gelar terbaru saya adalah Mbah Buyut” ujarnya sambil terkekeh.
Dari keempat anaknya, hanya anak sulung yang mengikuti jejaknya sebagai wartawan. Yakni Achmad Pramudito atau sering dipanggil Mas Pram.
Sempat menjadi guru negeri di SMA Pamekasan, Mas Pram justru lebih tertarik dunia jurnalistik dan bergabung dengan Harian “Surya”. Kini Mas Pram mengelola media online iniSurabaya.com. Pada awal Januari 2024, ia merilis karya bukunya “Jurnalis, Cinta & Kehidupan” di Surabaya Suite Hotel, Jl. Plaza Boulevard Kec. Genteng Surabaya. (sas)