Surabaya (prapanca.id) – Dalam era digital, fenomena cyber bullying semakin meresahkan masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan anak-anak. Seiring dengan peningkatan penggunaan media sosial, cyberbullying menjadi tantangan serius.
Pada Minggu (21/1/2024) di Car Free Day yang berlangsung di Taman Bungkul Surabaya, mahasiswa mata kuliah praktikum Public Relation (PR) dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) mengadakan kampanye kesadaran masyarakat akan dampak buruk dari perundungan di media sosial.
“Banyak orang sekarang bebas dalam berkomentar, sembarangan melontarkan hujatan tanpa tahu dengan adanya bahaya Undang-undang ITE. Jadi kami ingin mendorong masyarakat Gen Z terutama, anak-anak muda untuk lebih peduli terhadap orang lain dengan menghentikan Cyber bullying,” jelas Louisa Vanessa Shania, ketua pelaksana kampanye.
Diketahui, Cyber bullying merupakan tindakan perundungan yang dapat berbentuk pelecehan, komentar negatif, fitnah, ancaman, atau tindakan merugikan yang dilakukan melalui media digital, seperti internet atau platform media sosial. Dalam hal ini, individu atau kelompok menggunakan teknologi untuk menyebarkan pesan yang bersifat merendahkan, mempermalukan, atau mengejek orang lain secara online.
“Gak jarang di Indonesia, hal-hal kecil seperti kita mengomentari seseorang seperti ‘ih gendut banget sih’, ‘ih jelek banget sih’, ‘kok hitam ya sekarang’, itu termasuk dalam perundungan di media sosial. Marak sekali saat ini, jadi kalau gak diberantas mulai sekarang akan lebih sulit menghentikannya,” ujar Vanessa, sapaan karibnya.
Sementara itu, berdasarkan data Unicef pada tahun 2020, sebanyak 45 persen anak di Indonesia dengan rentang usia 14-24 tahun pernah menjadi korban perundungan di dunia digital (cyber bullying). Hal tersebut menunjukkan capaian yang mengkhawatirkan dan tidak dapat dibiarkan begitu saja.
“Kita juga belum tahu di tahun 2023 kemaren berapa persen naiknya. Tapi yang jelas di tahun itu (2022) sangat mengkhawatirkan jika kita membiarkan angka 45 persen itu semakin meningkat setiap tahunnya,” tutur Vanessa.
Oleh karena itu dengan adanya kampanye anti cyber bullying, kegiatan yang dilakukan mahasiswa semester 7 ini dapat menyadarkan serta mengedukasi masyarakat untuk menghentikan tindakan perundungan online tersebut.
“Mulai jam enam pagi hingga setengah sembilan tadi kami mengelilingi Taman Bungkul dengan berorasi sembari membagikan gantungan kunci, stiker, hingga buku panduan mengenai dampak cyber bullying,” kata Vanessa.
Selama melakukan kampanye, dia mengungkapkan mendapat respon positif dari masyarakat sekitar. Banyak dari mereka yang antusias dan mendukung gerakan ini.
Oleh karena itu dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan adanya kerja sama dengan semua pihak dari berbagai lapisan masyarakat untuk menciptakan lingkungan online yang aman, positif, dan mendukung pertumbuhan psikologis anak-anak dan remaja.
Di akhir, Vanessa juga berpesan kepada seluruh seluruh lapisan masyarakat agar lebih peduli dan menghargai antar sesama. “Klik dengan kasih sayang, bukan kekejaman. Akhiri penindasan di dunia maya, stop Cyber bullying,” pungkasnya. (Dwita Feby Febriyola/20010028)