Surabaya (prapanca.id) – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur mengundang KPID Jawa Barat untuk memberikan sesi pembekalan kepada mahasiswa magang KPID Jawa Timur. Dalam rangka meningkatkan pemahaman terhadap dinamika penyiaran saat ini, diskusi dilakukan antara KPID Jawa Barat dan mahasiswa magang KPID Jawa Timur.
Immanuel Yosua Tjiptosoewarno, Ketua KPID Jawa Timur, menyampaikan melalui siaran pers pada Selasa (30/54/2024) bahwa dengan perkembangan teknologi yang pesat, pentingnya penyiaran berkualitas untuk memelihara moral bangsa semakin terasa.
“Industri penyiaran saat ini sedang menghadapi tantangan besar. Generasi masa depan, kalian memiliki tanggung jawab besar untuk memelihara moral bangsa melalui program-program penyiaran yang berkualitas,” ujar Yosua dalam sambutannya di Ruang Monitoring KPID Jawa Timur.
Sesi pembekalan ini dihadiri oleh Wakil Ketua KPID Jawa Barat, Achmad A. Basith, Koordinator Bidang Isi Siaran KPID Jawa Timur, Sundari, serta mahasiswa magang dari berbagai perguruan tinggi, antara lain Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, dan Universitas Brawijaya Malang.
Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet, menegaskan bahwa permasalahan dalam penyiaran tidak boleh dianggap enteng. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, masyarakat memiliki peran penting dalam pengembangan penyiaran. Adiyana mendorong mahasiswa magang untuk bersikap kritis terhadap program siaran.
“Kewaspadaan terhadap informasi adalah kunci, jika kita tidak waspada, hal itu bisa menjadi masalah serius,” kata Adiyana.
Adiyana juga mengajak mahasiswa magang untuk memandang segala hal dengan kritis dan hati-hati, terutama dalam menyikapi realitas di sekitar mereka.
Wakil Ketua KPID Jawa Barat, Achmad A. Basith, menambahkan bahwa saat ini KPID Jawa Barat sedang berupaya untuk menciptakan keadilan dalam industri penyiaran. Menurutnya, Undang-Undang Penyiaran juga harus mencakup pengaturan terhadap media sosial.
“Ada beberapa keuntungan jika media sosial diatur dalam Undang-Undang Penyiaran. Pertama, jika terjadi pelanggaran, penanganannya bisa dilakukan secara administratif. Kedua, pengguna media sosial tidak hanya diawasi, tetapi juga dibina,” jelas Basith. (agu)