Surabaya (prapanca.id) – Gagal bukan berarti putus asa. Masih banyak peluang lainnya jika mau serius berusaha. Hal ini diungkapkan Fuad Sasmita, saat menjadi narasumber acara pengajian maiyah komunitas Bang Bang Wetan di panggung terbuka kampus Stikosa AWS, Minggu malam 20/10/2024 lalu.
Fuad menjadi salah satu narasumber bersama dengan sejarawan Islam, Dr Trijoyo dan budayawan Totenk Rosmawan dari Sanggar Lidi Surabaya.
Komikal kelahiran Pulau Kangean Kabupaten Sumenep ini memulai karir dengan bergabung di komunitas Stand Up Indo Surabaya. Di komunitas ini kemampuannya terasah. Namanya cukup eksis di kalangan penikmat stand up comedy di Surabaya dan sekitarnya.
Bahkan ia sempat masuk final beberapa audisi tingkat nasional. Sebagai orang asli Madura, ia selalu mengangkat budaya Madura, khususnya sikap rasis orang-orang terhadap orang Madura. Walaupun menggunakan bahasa Indonesia, ia selalu memakai logat Suroboyo-an dan Madura, bahkan dilengkapi makian khas Surabaya yang menimbulkan tawa.
Salah satu guyonan Fuad yang menimbulkan ger-geran, misalnya begini :
Wastafel ilang….. nunjuk wong Medura, memang sih wastafel tetanggasaya hilang semua dibawa orang Madura. Terus hal sepele….kayak blayer (gas motor yang menimbulkan suara bising). Orang-orang bilang ‘Meduro iku pasti!’, Kan belum tentu. Bisa aja Bondowoso, Situbondo, Lumajang…..Tapi jika Valentino Rossi yang blayer-blayer, kenapa tidak dibilang orang Meduro…
“Konsep saya memang mengangkat tindakan rasis pada orang Madura, namun dengan bahasa komedi” kata Fuad dengan logat Madura yang kental.
Sejak gagal di grand final Audisi Stand Up Comedy yang diadakan salah satu TV Swasta di Jakarta tahun 2017 lalu, Fuad memutuskan tidak lagi bermain di televisi. Ia banting stir sebagai konten kreator baik di Youtube maupun Tiktok khusus stand up comedy. Hanya bermodal satu ponsel jadul dan mic kabel ia memulai produksi konten pertamanya di Tiktok Lite.
Kini subscribe-nya sudah puluhan ribu. Ia juga cukup laris diundang tampil sebagai komika di banyak acara. Misalnya beberapa bulan lalu ia tampil di gedung Dyandra Convention Hall Surabaya dihadapan para pejabat teras Jawa Timur. Ia juga tampak tampil bareng Armuji, Calon Wawali Surabaya 2024-2029 di salah satu acara podcast.
Menurut Fuad, basic ide Stand Up Comedy adalah keresahan. Baik resah pada diri sendiri, masyarakat, pekerjaan maupun negara. Keresahan pada negara diwujudkan dengan sindiran-sindiran yang harus dikemas secara cerdas dan jenaka. Yang utama lagi adalah kejujuran. Seorang komika harus jujur agar guyonannya orisinal.
Mengenai kejujuran itu ia punya kisah lucu. Ia jujur cerita bahwa dulu selain bermain stand up comedy, ia juga bekerja sebagai tukang ojek online. Setelah selesai pentas stand up comedy, tiba-tiba hapenya berdering, ada pesanan ojek masuk. Ternyata si penumpang mengenalinya karena ia baru saja menonton penampilannya di panggung.
Walaupun demikian Fuad merasa sangat senang tampil di panggung terbuka Stikosa AWS. Menurutnya pihak kampus memberi kebebasan dia berbicara apa saja, termasuk kebiasaannya yang sangat ringan mengeluarkan umpatan khas Suroboyo-an ini. Hal ini berbeda dengan pengalamannya saat pentas di salah universitas di Surabaya. Ia mendapat somasi dari pihak kampus karena bicara terlalu bebas. *(Sas)