Jakarta (prapanca.id) – Keputusan yang dihasilkan dari Konferensi Tingkat Menteri (KTM13) ke-13 World Trade Organization (WTO) di Abu Dhabi, UAE, berpotensi untuk merugikan nelayan kecil Indonesia.
Pendapat ini disampaikan oleh Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, lewat pernyataan tertulisnya, Selasa (5/3/2024).
LaNyalla memperingatkan pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Luar Negeri, untuk memprioritaskan perlindungan terhadap kepentingan rakyat Indonesia.
Ia menegaskan pentingnya mematuhi amanat Pembukaan UUD yang menetapkan kewajiban negara untuk melindungi seluruh bangsa Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan umum.
“Jangan kita terbawa dengan status Indonesia sebagai negara upper middle income yang diikuti dengan syarat untuk tidak memberlakukan subsidi perlindungan terhadap nelayan, terutama yang kecil. Jika kesepakatan WTO merugikan nelayan kita, itu berarti pemerintah melanggar amanat Konstitusi,” tegas LaNyalla.
Menurut LaNyalla, sebaiknya pemerintah tidak meratifikasi kesepakatan tersebut. Sebaliknya, dia mendorong pemerintah untuk berdialog dengan para pemangku kepentingan di sektor perikanan, baik melalui organisasi atau serikat nelayan, maupun melalui data dan fakta lapangan terkait ekonomi nelayan yang sesungguhnya.
KTM ke-13 WTO membahas tiga pilar utama, yakni Illegal Unreported Unregulated Fishing (IUU Fishing), Overfishstock, dan Over Capacity dan Over Fishing (OCOF).
Sebagai bagian dari kesepakatan, ada delapan jenis subsidi perikanan yang dilarang oleh WTO, termasuk subsidi untuk konstruksi kapal, pembelian mesin, pembelian atau biaya bahan bakar, dukungan pendapatan, dukungan harga ikan yang ditangkap, dan lainnya. (sas)