Jakarta (prapanca.id) – Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, menyoroti cara terbaik melawan hoaks di media sosial, yakni dengan tidak membukanya dan tidak menyebarkannya.
“Jika akun-akun yang menyebarkan konten hoaks tidak dibuka dan tidak disebar, maka kontennya tidak akan laku. Strategi terbaik dalam melawan hoaks adalah dengan mendiamkannya, karena jika kontennya tidak dibuka dan tidak dibaca, maka konten tersebut tidak akan populer,” ujar Semuel di Jakarta pada hari Kamis (7/12/2023) lalu.
Semuel mengungkapkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika selalu berkoordinasi dengan platform digital untuk mengawasi penyebaran informasi hoaks di ruang digital.
Jika ditemukan konten yang terbukti berisi informasi hoaks, Kementerian Kominfo akan meminta platform digital untuk menarik konten tersebut, bahkan menutup akun yang menyebarkannya.
“Harus ada bukti, pelanggarannya apa, lalu kita minta untuk dilakukan penghapusan konten tersebut,” kata Semuel.
Lebih lanjut, Semuel menilai bahwa penyebaran hoaks di platform terbuka seperti media sosial relatif tidak terlalu mengkhawatirkan, karena begitu akun menyebarkan hoaks, warganet akan langsung memberikan komentar atau merundung akun tersebut karena menyebarkan berita yang tidak benar.
Dia mengingatkan bahwa yang perlu diwaspadai adalah penyebaran hoaks di platform tertutup seperti grup WhatsApp, di mana informasi dapat menyebar dengan cepat tanpa terdeteksi dengan segera.
“Kami tidak terlalu khawatir tentang media sosial karena biasanya jika ada hoaks, itu langsung mendapat perhatian banyak orang dan dikomentari. Bahayanya jika hoaks disebarkan di komunikasi tertutup. Biasanya baru masuk ke kami ketika sudah menyebar, karena di komunikasi tertutup, pemerintah tidak bisa langsung ikut campur,” katanya.
Semuel juga menyoroti bahaya hoaks yang mengadu domba dan mempertentangkan isu-isu sensitif seperti agama atau SARA. Dia menekankan perlunya pemantauan yang cermat dan tindakan tegas terhadap penyebaran hoaks semacam itu.
Semuel menambahkan bahwa platform media sosial memiliki kepentingan dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia, yang merupakan negara ketiga terbesar di dunia dalam menjalankan demokrasi, setelah India dan Amerika Serikat.
“Jadi sekali lagi untuk melawan hoaks adalah dengan tidak membukanya dan tidak menyebarkannya. Jadi jika menemui hoaks, kita harus menelitinya, memeriksa, dan tidak menyebarkannya. Kita hukum penyebar hoaks dengan tidak mengikuti, tidak menyebarkan, dan tidak membuka konten-konten yang mereka sebarkan,” pungkasnya. (sas)