Jakarta (prapanca.id) – Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bekerja sama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF) Indonesia, menggelar kegiatan webinar Roots Day Nasional dalam rangka Hari Anak Sedunia yang jatuh pada Senin (20/11/2023).
Kegiatan ini sejalan dengan tema Hari Anak Sedunia tahun ini, yaitu “Bahagia tanpa Perundungan.” Roots Anti Perundungan Indonesia, yang merupakan bagian dari program ini, bertujuan menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari perundungan.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PDM) Kemendikbudristek, Iwan Syahril, yang menjadi moderator acara, mengungkapkan bahwa isu perundungan adalah masalah serius yang perlu ditangani bersama.
“Program Roots ini telah terbukti sangat efektif dalam menangani perundungan di ekosistem pendidikan Indonesia,” ucap Iwan.
Data menunjukkan bahwa isu perundungan di dunia pendidikan adalah masalah serius. Di antara negara-negara anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), sekitar 23 persen siswa mengaku mengalami perundungan beberapa kali dalam satu bulan terakhir.
Hasil jajak pendapat UNICEF pada tahun 2019 juga menunjukkan bahwa 45 persen dari 2.777 anak muda Indonesia berusia 14-24 tahun mengalami perundungan daring.
Iwan menyampaikan harapannya bahwa melalui Roots Day Nasional, lebih banyak sekolah akan terinspirasi untuk menerapkan Roots sebagai program bersama dalam mengatasi perundungan.
Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari seribu fasilitator guru dan siswa agen perubahan yang bergabung secara daring, serta 14 ribu peserta dari unsur dinas pendidikan dan guru lainnya yang menyaksikan lewat siaran langsung di kanal YouTube Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI.
Kepala Puspeka Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami, menjelaskan bahwa Roots Day Nasional diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran peserta didik dan pendidik terhadap isu perundungan, serta pentingnya kesehatan mental anak sebagai langkah awal pencegahan kekerasan.
“Melalui kegiatan ini, diharapkan kita dapat memperkuat komitmen sebagai bagian dari ekosistem pendidikan untuk melakukan pencegahan kekerasan yang lebih nyata,” kata Rusprita.
Sejak tahun 2021, program Roots Anti Perundungan Indonesia telah mencakup lebih dari 10 ribu satuan pendidikan jenjang SMP, SMA, dan SMK. Lebih dari 20 ribu fasilitator guru dan lebih dari 50 ribu siswa agen perubahan telah dilibatkan dalam program ini. Roots juga sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Para siswa agen perubahan, seperti Buhari Ilman dari SMAN 1 Permata Aceh, Lorenza dari SMKN 1 Sidoarjo Jawa Timur, dan Natalia Demetouw dari SMPN 2 Depapre Papua, berbagi pengalaman mereka dalam menanggapi perundungan. Lorenza menyatakan bahwa perundungan dapat menurunkan prestasi siswa, sementara Natalia yang pernah menjadi korban, kini aktif menyebarkan perilaku positif.
Di akhir kegiatan, Fasilitator Guru dari SMPN 4 Arso Papua, Hajat, dan Fasilitator Guru dari SMAN 14 Pandeglang Banten, Erni, berbagi strategi mereka dalam menciptakan iklim aman dan nyaman di sekolah dengan membangun kepercayaan diri para siswa agen perubahan.
“Melalui kepercayaan diri dan membangun jiwa kepemimpinan para siswa, kita dapat bersama-sama membangun iklim pendidikan yang aman dan nyaman,” kata Hajat.
Erni menekankan pentingnya penanganan serius terhadap perundungan di sekolah dan mengakomodasi kebutuhan siswa untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. (dik)