Surabaya (prapanca.id) – Industri media akan terus fokus pada strategi dan antisipasi terhadap pola pendapatan yang makin dinamis. Media akan terus membaca pergerakan zaman, seperti halnya saat media bertransformasi ke platform digital beberapa tahun lalu.
“Media tak loyal pada platform. Jika hari ini bergaya portal berita, lusa mungkin fokus pada gaya online magazine. Tiga bulan lagi akan menguatkan multimedia journalim. Siapa tahu,” ungkap Riesta Ayu O, S.I.Kom., M.I.Kom., pemerhati media dari Stikosa AWS, Sabtu (16/12/2023).
Ia pun menjelaskan, beberapa kali industri media kita dikejutkan dengan perubahan zaman yang berakar pada perkembangan teknologi, selera dan kebiasaan audience, dan modal.
“Pendapatan iklan media cetak akan terus menurun. Untuk televisi, pendapatan iklan memang masih stabil, namun industri berpikir bahwa hanya masalah waktu sebelum pengiklan beralih dari media ini juga,” katanya.
Riesta juga memprediksi bahwa proses unbundling akan terus berlanjut. “Konsumen tidak lagi membaca koran tertentu. Mereka hanya membeli produk secara individual, tidak setia pada sebuah merek. Hal yang sama juga terjadi pada televisi dan media online,” ungkapnya.
Alumnus Stikosa AWS ini melihat perkembangan teknologi membuat industri lebih mudah untuk menawarkan program atau cerita-cerita secara individual. Dampaknya, audience leluasa dalam membeli satu artikel atau menonton satu fragmen acara talk show.
“Bagi individu yang menggunakan media, khususnya generasi muda, semakin banyak yang melakukan snacking media. Mereka mengumpulkan berita dengan jumlah klik terkecil dari situs web, aplikasi, dan media sosial, daripada membaca koran secara mendalam atau menonton berita,” terangnya.
Media, kata Riesta, juga semakin banyak dikonsumsi secara bersamaan dengan media lain. Ketika sebuah keluarga duduk bersama menonton televisi, mereka juga melihat perangkat individual, misalnya membuka Instagram, atau Youtube.
“Satu hal yang kemudian menguat adalah perusahaan akan memiliki pengaruh besar konten media dengan mengedepankan iklan. Departemen pemasaran akan memiliki pengaruh lebih besar pada pilihan editorial. Semakin banyak lembaga dan perusahaan menyebarluaskan rilis pers yang ditulis secara jurnalistik,” terangnya.
Hal ini, kata Riesta, akan menyebabkan peningkatan diskusi tentang integritas dan independensi jurnalis. “Saat ini, kepercayaan pada media sudah berada pada tingkat terendah sepanjang sejarah. Jurnalis seringkali terlihat fokus pada berita keras, skandal politik, dan kerusuhan, tetapi tidak selalu sesuai dengan kebutuhan publik,” sesalnya.
Padahal peran jurnalis harusnya dapat digeser menuju pekerjaan yang dianggap lebih berharga oleh masyarakat. Contohnya mencakup memfasilitasi dialog dan jurnalisme pelayanan, menyediakan informasi yang dapat langsung diaplikasikan, atau yang lain.
“Masyarakat akan memainkan peran yang lebih besar dalam proses jurnalistik, tetapi belum jelas sejauh mana dan dalam bentuk apa. Mereka bahkan bisa membawa isu mereka sendiri ke ruang berita secara berkala. Namun, tren ini juga bisa menguat hingga pada titik di mana warga membuat dan mendistribusikan cerita berita sendiri,” tutup Riesta. (hdl)