Surabaya (prapanca.id) – Dalam upaya menciptakan inklusi pendidikan, Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Pendidikan Kota Surabaya menetapkan kebijakan wajib bagi sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) untuk menerima siswa anak berkebutuhan khusus (ABK). Langkah ini diambil dengan tujuan memberikan hak yang setara kepada seluruh anak di Kota Surabaya untuk mengakses pendidikan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Yusuf Masruh, menjelaskan bahwa konsep kebijakan ini sedang dalam proses pematangan dan dijadwalkan akan diterapkan pada tahun ajaran baru. Dengan demikian, orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus diharapkan dapat memilih sekolah SD atau SMP negeri sesuai dengan kebutuhan anak mereka. “Kami berharap semua sekolah sudah siap karena haknya semua sama,” ujar Yusuf, Senin (8/1).
Yusuf mengakui bahwa sebagian besar sekolah negeri masih kekurangan guru pendamping khusus (GPK) untuk siswa ABK. Namun, ia menegaskan bahwa sekolah diharapkan dapat melatih tenaga pendidik agar lebih kreatif dan mampu memberikan pendampingan kepada siswa ABK.
“Contohnya, guru kelas I dan II di SD, kami latih cara menangani psikologi anak, sehingga mereka bisa membantu siswa ABK memahami materi pembelajaran dan berkolaborasi dengan siswa non-ABK di kelas,” jelas Yusuf.
Siswa ABK yang diterima di sekolah negeri umumnya memiliki kategori ringan, sedangkan siswa ABK dengan kategori lain tetap dapat bersekolah di sekolah luar biasa (SLB).
Pada tingkat SMP, yang umumnya hanya memiliki guru mata pelajaran, Yusuf menyatakan bahwa pendamping siswa ABK akan dibantu oleh guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) serta bahasa. “Kami meminta bantuan pelatihan dan pendampingan dalam hal psikologi anak untuk guru mata pelajaran,” tambahnya.
Dalam waktu dekat, Dispendik Kota Surabaya akan melakukan upaya sosialisasi kebijakan ini dengan berkoordinasi bersama Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Mereka akan menerima tambahan pelatihan mengenai penanganan ABK untuk kemudian disebarkan ke wilayah sekolah masing-masing.
“MGMP akan berperan dalam pemahamanan dan penanganan ABK kepada guru di wilayah masing-masing, sehingga pemahaman ini dapat tersebar lebih cepat,” jelas Yusuf. (mi)