Surabaya (prapanca.id) – Debat sengit antara Prabowo Subianto dan Anies Baswedan di Gedung KPU, Selasa (12/12/2023) lalu, menyoroti kompleksitas masalah keamanan di Papua dan mendesak perlunya solusi yang komprehensif.
Saat itu Anies menekankan ketidakadilan sosial sebagai akar masalah, sementara Prabowo mempertimbangkan faktor geopolitik dan ideologi dalam menganalisis situasi.
“Debat Prabowo Subianto dan Anies Baswedan secara retorika politik mencerminkan kompleksitas masalah keamanan di Papua dan kebutuhan solusi yang komprehensif. Dalam konteks ini, Anies dan Prabowo menghadirkan pandangan yang berbeda, menggarisbawahi aspek-aspek yang saling terkait namun memerlukan pendekatan yang berbeda,” jelas pakar komunikasi Stikosa AWS, Dr. Dwi Prasetyo, S.Sos., M.PSDM., Kamis (14/12/2023).
Dosen komunikasi Stikosa AWS atau Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya ini menyatakan, retorika politik Prabowo dan Anies mencerminkan kompleksitas masalah keamanan di Papua dan kebutuhan akan solusi yang menyeluruh.
Dwi melanjutkan dengan merinci pendekatan masing-masing kandidat. Katanya, Anies Baswedan, dengan vokalitasnya, mengarahkan sorotan pada akar masalah di Papua yang dinilainya sebagai ketidakadilan sosial.
Pemikiran ini menonjolkan dimensi keamanan dari sudut pandang sosial dan ekonomi, menandai perlunya penyelesaian yang tidak hanya bersifat militer tetapi juga menangani ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang mendasar di wilayah tersebut.
“Dengan demikian, retorika Anies memberikan penekanan pada kebutuhan reformasi sosial sebagai bagian integral dari solusi untuk konflik Papua,” kata Dwi.
Sementara Prabowo Subianto, lanjut dia, membawa retorika politik yang lebih kompleks dengan mempertimbangkan faktor geopolitik dan ideologi dalam menganalisis situasi di Papua.
“Dengan menekankan kompleksitas ini, Prabowo menunjukkan bahwa penyelesaian konflik di Papua tidak dapat dilepaskan dari dinamika global dan pertentangan ideologis yang mungkin memperumit upaya penyelesaian. Dalam hal ini, solusi yang diusulkan harus mempertimbangkan hubungan dengan pihak luar dan memahami konteks internasional yang dapat memengaruhi dinamika di Papua,” terangnya.
Dwi Prasetyo menyoroti pentingnya menilai retorika politik dari kedua pihak untuk memahami bahwa masalah keamanan di Papua tidak dapat diatasi dengan pendekatan tunggal.
Diperlukan pemahaman mendalam tentang aspek sosial, ekonomi, geopolitik, dan ideologis yang saling terkait untuk menggali solusi yang komprehensif.
Debat tersebut tidak hanya mencerminkan perbedaan pendapat, tetapi juga menggarisbawahi kebutuhan untuk memadukan pendekatan yang bersifat holistik guna mencapai penyelesaian yang berkelanjutan di Papua. (sas)