Perempuan adalah salah satu kelompok yang rentan mengalami kebocoran data pribadi. Melakukan sebagian besar aktivitas di jagad digital, berbagai potensi kejahatan mengancam perempuan mulai dari penyalahgunaan identitas dan data pribadi perempuan untuk kejahatan, pembobolan rekening bank maupun dompet digital, kejahatan seksual dengan berbagai motif mulai ekonomi, pemerasan, pelecehan, hingga perdagangan perempuan.
Problemnya, masih banyak perempuan yang tidak memahami bahaya yang mengancam ketika menggunakan internet terkait data pribadi.
Meski data dari Safenet menunjukkan tidak adanya kesenjangan yang signifikan dalam penggunaan teknologi informasi antara laki-laki dan perempuan, namun Komnas Perempuan mencatat adanya lonjakan kasus kekerasan berbasis digital dari tahun ke tahun.
Bentuk penyalahgunaan data pribadi perempuan dapat terjadi berupa penggunaan jejak digital yang disalahgunakan untuk melakukan kekerasan berbasis daring.
Mengutip hasil survei Woman Rights Online Representative 2020, Di Indonesia perempuan merupakan pengguna ponsel pintar terbanyak dibandingkan laki-laki.
Kedua, data dari Badan Pusat Statistik dan Asosiasi Penyedia Jasa Internet (APJII) menjelaskan bahwa pengguna internet di Indonesia lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yakni sebesar 51 persen.
Ketiga, Perempuan berpotensi lebih tinggi mengalami kejahatan digital karena perempuan melakukan sebagian besar kegiatan baik kegiatan konsumtif seperti berbelanja, pertemuan, hingga aktivitas media sosial melalui internet.
Sebagaimana dikutip oleh cyberthreat.id, Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Mariam F. Barata menyebutkan bahwa perempuan juga kurang menyadari adanya potensi ancaman yang ditimbulkan dari teknologi atau pencurian data yang disebarluaskan.
Mulai dari potensi kejahatan fetisisasi, pelecehan dan penghinaan online, ancaman kekerasan online, hingga perdagangan perempuan secara online (Gobel, 2021).
Dalam konsep keamanan siber, terdapat dua jenis data yang berharga yakni identitas digital dan data pribadi. Identitas digital, merupakan identitas seseorang sebagai pengguna platform digital – mulai dari identitas yang nampak seperti nama akun, foto, maupun deskripsi pengguna, hingga yang tidak nampak termasuk kata sandi (password) dan kode One Time Password (OTP).
Sedangkan data pribadi adalah serangkaian informasi yang digunakan untuk mengenali seseorang. Data pribadi umum meliputi nama, tanggal lahir, alamat rumah, email, dan nomer telpon. Data pribadi khusus biasanya berupa data kesehatan, biometrik, informasi keuangan, preferensi seksual, pandangan politik, hingga data kriminalitas.
Sebagaimana ditulis oleh Kurnia (2022), ada empat risiko kejahatan siber dari kecocoran identitas digital maupun data pribadi.
Pertama, data pribadi dapat digunakan untuk membobol rekening keuangan seseorang. Ini biasanya dilakukan lewat manipulasi secara sosial dengan mengelabui korban.
Misalnya, pelaku dapat mengirim e-mail disertai pesan genting atau manipulatif supaya korban membeberkan data pribadi dan informasi layanan bank pada suatu link atau lampiran. Tempo mencatat 6 kasus pembobolan rekening bank dari bulan Januari hingga April 2021 yang menimbulkan kerugian hingga hampir Rp 57 miliar.
Modus seperti ini juga bisa digunakan untuk membobol aplikasi dompet digital seperti Gopay dan OVO. Hal ini dilakukan misalnya ketika peretas memiliki nomer pengguna lalu mengirimkan pesan penipuan yang meminta pengguna memberitahukan kode One Time Password (OTP).
Kedua, penyalahgunaan data pribadi berbentuk penipuan melalui aplikasi pinjaman online ilegal. Modusnya, peminjaman uang ini dilakukan orang lain yang berpura-pura sebagai pemilik data.
Korban bahkan tidak tahu menahu soal pinjaman tersebut, dan berujung menjadi korban teror yang diminta mengembalikan utang dan bunga yang tidak pernah dipinjamnya.
Korban pencurian data pribadi untuk pinjol tidak hanya mengalami kerugian finansial, namun juga ketakutan dan menghabiskan energi karena harus berurusan dengan layanan hukum untuk mendapatkan bantuan.
Ketiga, data pribadi penduduk yang bocor bisa digunakan untuk memetakan profil pemilik data – misalnya untuk keperluan politik atau iklan di media sosial. Data Daftar Pemilih Tetap (DPT) tahun 2014, misalnya, pernah dibobol peretas dan berisiko digunakan untuk tujuan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Kebocoran data seperti ini bisa digunakan untuk memetakan preferensi politik pengguna yang kemudian bisa dimanfaatkan sebagai target disinformasi.
Tahun 2018 hal seperti ini pernah terjadi saat perusahaan data Cambridge Analytica terbukti menyalahgunakan data pribadi 87 juta pengguna media sosial Facebook untuk keperluan politik mendukung kampanye Donald Trump dalam pemilu AS tahun 2016.
Keempat, peretasan data akun media sosial juga bisa digunakan untuk berbagai modus pemerasan secara online. Salah satu bentuk kejahatan pemerasan secara online adalah pemerasan seksual atau biasanya disebut sextortion.
Dalam aksinya, pelaku akan membujuk korban untuk melakukan percakapan seksual atau menawarkan layanan berbentuk video call sex (VCS) yang kemudian direkam dan dipergunakan untuk memeras. Pelaku seringkali mengancam akan menyebarkan video/rekaman tersebut untuk mempermalukan korban.
Kebocoran data pribadi yang berasal dari gambar atau video pribadi yang diunggah di media sosial, perangkat digital, maupun layanan penyimpanan lainnya juga bisa diretas dan digunakan untuk pemerasan seksual.
Dalam kasus ini, seringkali peretas membobol akun media sosial pengguna yang memakai sandi keamanan yang mudah ditebak seperti nama, tanggal tahir, tempat lahir, dan sebagainya.
Yang perlu menjadi perhatian adalah penelitian menemukan bahwa perempuan cenderung kurang berhati-hati saat menggunakan teknologi dan data pribadi. Perempuan juga dianggap lemah dalam memerhatikan pengaturan privasi dan membuat kata sandi akun yang kuat dan sulit ditebak karena khawatir ia sendiri lupa user name dan password yang digunakannya.
Dengan kian tingginya aktivitas di dunia digital yang dilakukan perempuan, maka literasi digital tentang pentingnya menjaga dan melindungi data pribadi adalah sebuah keniscayaan. ***