Jakarta (prapanca.id) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengajak Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, dan praktisi kebencanaan untuk memperkuat knowledge management terkait bencana alam di Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam penguatan sistem peringatan dini bencana, dengan tujuan meminimalisir kerugian dan mencapai zero victim.
Dalam acara Webinar bertajuk “Kupas Tuntas Gempa Sumedang M4,8 31 Desember 2023” pada Kamis (11/1), Dwikorita, Kepala BMKG, menyampaikan harapannya agar knowledge management dapat disinkronkan dan diperkuat. “Perbedaan pandangan dan analisis sebagai hal yang wajar, namun kita melihatnya sebagai kekayaan. Dengan memanfaatkan perbedaan tersebut, diharapkan pemahaman terhadap bencana dapat lebih komprehensif,” tutur Dwikorita.
Kepala BMKG Dwikorita meyakini bahwa knowledge management Indonesia memiliki kekuatan yang luar biasa karena menghadapi situasi yang kompleks dan luas. Dia juga menekankan pentingnya menyatukan pengetahuan ilmiah dengan kearifan lokal, yang dapat memperkuat sistem peringatan dini di Indonesia.
“Pelibatan berbagai lembaga dan peneliti dari BRIN, Badan Geologi, ITB, UI, ITS, UGM bersama BMKG dapat memberikan kontribusi besar dalam memahami berbagai aspek peristiwa bencana. Sinergi ini diharapkan dapat saling memperkuat dan melengkapi,” tambahnya.
Dwikorita juga menyebut bahwa penguatan knowledge management menjadi dasar terbentuknya Konsorsium Gempabumi dan Tsunami Indonesia (KGTI) pada tahun 2022. KGTI melibatkan pakar dan peneliti gempabumi serta tsunami dari berbagai Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, dan praktisi kebencanaan.
KGTI dibagi menjadi tiga kelompok kerja, yaitu kelompok kerja gempabumi, kelompok kerja tsunami, dan kelompok kerja evaluasi dan pengembangan/penguatan sistem monitoring, analisis, dan diseminasi gempabumi dan tsunami. Tujuan KGTI adalah meningkatkan kemandirian bangsa dalam operasional Sistem Peringatan Dini Tsunami.
“Pelibatan ahli dan peneliti dari berbagai lembaga akan memperkuat BMKG, terutama dalam kajian dan analisis terkait bencana alam,” ungkap Dwikorita.
Dalam konteks ini, Daryono, Kepala Pusat Gempa Nasional BMKG, menambahkan bahwa gempabumi Sumedang memberikan sejumlah pelajaran penting bagi Indonesia. Salah satunya adalah pentingnya mitigasi konkret, seperti membangun struktur yang kuat dan merencanakan Tata Ruang Wilayah berbasis risiko gempabumi. Daryono juga menyoroti pentingnya kesiapsiagaan terhadap gempa kerak dangkal, meskipun magnitudonya kecil.
Webinar tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pembicara, antara lain Dr. Gayatri I Marliyani dari Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Dr. Supartoyo Badan Geologi, Dr. Dimas Salomo Sianipar Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (STMKG), Dr. Mudrik R Daryono Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Pepen Supendi BMKG, dan Ahmad Arif wartawan Kompas, Prof. Yan Sophaheluwakan dari Universitas Indonesia dan Prof. Irwan Meilano ITB juga turut merespons sebagai penanggap. Acara ini diikuti oleh sekitar 1.000 peserta melalui platform Zoom dan Youtube Channel.
Acara yang digelar melalui platform Zoom dan Youtube Channel tersebut juga menjadi ajang memotivasi pemerintah untuk mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan pengetahuan dalam upaya penyempurnaan perencanaan dan peningkatan literasi kebencanaan masyarakat.(mi)