Surabaya (prapanca.id) – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Timur (AMJ) mengadakan aksi protes di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur pada hari Senin (16/10/2023).
Mereka menyampaikan tiga tuntutan, salah satunya mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak gugatan terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Menurut AMJ, undang-undang dasar tidak secara eksplisit mengatur batas usia calon presiden dan cawapres. Oleh karena itu, ketentuan mengenai batas usia calon presiden dan cawapres dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu secara teoritis tidak bertentangan dengan konstitusi.
Yossy Irawan, Koordinator aksi dan mahasiswa dari Universitas Merdeka Surabaya, menjelaskan bahwa MK perlu memahami bahaya potensial dari penerapan sistem dinasti politik yang dapat secara hukum dilegitimasi. Ia menekankan bahwa Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu memiliki implikasi yang besar terhadap konsolidasi kekuasaan.
“Dalam perkara korupsi bahkan naik status menjadi tersangka dan terpidana sepanjang 2014-2023, penanganan permasalahan konflik agraria Pulau Rempang, konflik agraria di Seruyan Kalimantan Tengah banyak menunjukkan arogansi dan represifitas Polri dalam penanganan konflik tersebut,” ungkap Yossy.
Yossy juga menyoroti peningkatan masalah yang terkait dengan pemerintahan presiden Joko Widodo – Ma’ruf Amin pada akhir masa jabatannya. Ia menilai bahwa represifitas Polri dalam menangani kasus-kasus tersebut adalah pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Aksi AMJ juga mengkritik sikap yang dianggap anti demokratis dalam menyelesaikan konflik dan lebih berfokus pada konsolidasi politik dalam persiapan pemilihan umum yang akan diselenggarakan pada tahun 2024.
Mereka mengkhawatirkan bahwa Presiden Joko Widodo sedang mengarahkan konsolidasi demokratis pada konsep politik nasional yang cenderung menuju pembangunan politik dinasti. Dengan adanya usulan tiga periode dan gagasan penundaan pemilihan umum, para mahasiswa menduga bahwa dinasti politik dapat terus berlanjut dalam pemerintahan berikutnya.
Selain itu, AMJ mencatat bahwa sejumlah tokoh seperti Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution tengah bersiap untuk memasuki dunia politik yang lebih tinggi. Gibran diyakini akan mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta atau Jawa Tengah, sementara Bobby berambisi untuk menjadi calon Gubernur Sumatera Utara.
Aksi ini menekankan bahwa dinasti politik membawa sejumlah keunggulan, termasuk mobilisasi aparatur sipil negara, dukungan jaringan politik, dan sumber daya finansial yang kuat bagi calon kepala daerah yang berasal dari keluarga politik tertentu. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan dalam persaingan politik dan dapat mengarah pada penggunaan birokrasi untuk kepentingan pribadi.
AMJ menekankan pentingnya menjaga prinsip etika politik dalam sistem demokrasi yang adil dan bebas dari intervensi kekuasaan. Mereka berharap agar pemerintah lebih berfokus pada menyelesaikan masalah-masalah yang ada daripada mengkonsolidasikan kekuasaan politik. (geh)