Surabaya (prapanca.id) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengecam keras tindakan kekerasan dan intimidasi oleh polisi terhadap dua jurnalis yang meliput aksi penolakan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (24/3/2025).
Korban dalam insiden ini adalah Wildan Pratama (wartawan Suara Surabaya) dan Rama Indra (wartawan Beritajatim.com). Keduanya mengalami pemaksaan penghapusan dokumen liputan serta kekerasan fisik oleh aparat.
Kronologi Kekerasan terhadap Jurnalis
Menurut laporan AJI Surabaya, Wildan Pratama dipaksa menghapus foto puluhan demonstran yang ditangkap polisi di Gedung Negara Grahadi sekitar pukul 19.00 WIB.
Saat itu, ia sedang memverifikasi jumlah pendemo yang diamankan setelah aksi di Jalan Gubernur Suryo dan Jalan Pemuda.
Seorang polisi mendatanginya, meminta semua foto dihapus hingga ke folder sampah, sehingga dokumen jurnalistiknya hilang.
Sementara itu, Rama Indra mengalami pemukulan dan ancaman saat merekam polisi menganiaya demonstran di Jalan Pemuda pukul 18.28 WIB. Empat hingga lima polisi menyeretnya, memukul kepalanya, dan memaksa penghapusan rekaman.
Mereka bahkan merebut ponselnya dan mengancam akan membantingnya. Aksi ini baru berhenti setelah jurnalis dari Detik.com dan Kumparan.com turun tangan.
Pelanggaran UU Pers dan Sanksi Pidana
Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris, menegaskan bahwa tindakan polisi melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Polisi tidak paham tugas jurnalis. Pasal 4 ayat (3) UU Pers menjamin hak pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi. Sementara Pasal 18 mengancam pelaku penghambat jurnalistik dengan pidana 2 tahun atau denda Rp 500 juta,” tegas Yuris.
Tuntutan AJI Surabaya
AJI Surabaya mendesak:
- Kapolrestabes Surabaya dan Kapolda Jatim mengusut tuntas kasus kekerasan ini.
- Aparat kepolisian menghormati kebebasan pers dan kerja jurnalistik.
- Perusahaan media memberikan perlindungan hukum, ekonomi, dan psikologis bagi jurnalis korban kekerasan.
Insiden ini memicu sorotan publik terhadap kebebasan pers dan tindakan represif aparat dalam mengawal demonstrasi. (anz)