Mojokerto (prapanca.id) – Alam Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto yang membentang merupakan kawasan sub DAS atau daerah aliran sungai Brantas yang masuk dalam kelompok tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh daya tangkap airnya yang rendah, sehingga berkontribusi terhadap banjir yang melanda bagian hilir, tepatnya di Kecamatan Pungging, Trawas, Mojokerto dan sekitarnya.
Jika kawasan Seloliman menjadi tutupan lahan yang stabil, maka ketersediaan air akan terjaga. Di luar kebutuhan ketersediaan air berkelanjutan, kawasan desa ini juga berpotensi untuk pengembangan wisata.
Sejumlah properti seperti vila dan penginapan estate mulai marak menempati lahan kawasan Seloliman. Hingga kini, banyak lahan yang sudah berganti kepemilikan dan hanya untuk tujuan komersial pendirian properti yang menjadi alih fungsi lahan, berkurangnya area serapan dan menyumbang terjadinya banjir.
Merespon fenomena di atas PPLH Seloliman turut serta dalam program Maintaining And Enhancing Water Yield Throungh Land And Forest Rehabilitation (MEWLAFOR), sebuah program dana hibah hibah dari Global Environment Facility (GEF) melalui United Nations Industrial Development Organization (UNIDO)
Menurut Direktur Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup Seloliman (YPLHS), Suroso, kehadiran program MEWLAFOR ini sangat strategis bagi kawasan Seloliman, karena bisa menjadi medium pengendalian proses peralihan lahan dari orang desa menjadi lahan orang kota.
“Program ini akan menjadi stimulan bagi petani untuk mengoptimalkan lahannya menjadi lahan produktif yang juga akan membuat lingkungan tetap terjaga,” jelas Suroso, Kamis (1/8/2024) di Seloliman.
Atas pertimbangan ekologi dan ekonomi, sejumlah tanaman produktif seperti alpukat, durian, petai, dan jeruk serta bambu akan ditanam dalam program tersebut.
Saat ini, tahapan program MEWLAFOR tengah dalam proses sosialisasi kepada masyarakat. Tahapan selanjutnya akan melalui pembentukan kelompok, pemetaan lahan dalam peta polygon, persiapan tanam, pelatihan teknis budidaya, perwatan tanaman, dan pengembangan pasar.
“Melalui program Agroforestri tersebut, PPLH berperan serta sebagai pendamping kelompok tanik hutan. Kami menjembatani komunikasi antara warga dengan tim pusat Melawfor dan menfasilitasi kelompok tani dalam pembentukan, pendampingan dan pelaksanaan kegiatan hingga tuntas,” imbuh Suroso. (sas)