Jakarta (prapanca.id) – Lembaga SETARA Institute bersama INFID merilis temuan terbaru terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam Indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia. Menurut penelitian mereka, subindikator ini mengalami penurunan signifikan selama lima tahun terakhir.
Menurut peneliti SETARA Institute, Sayyidatul Insiyah, angka kebebasan berekspresi dan berpendapat pada akhir periode pertama pemerintahan Jokowi terus mengalami penurunan.
“Dibandingkan dengan akhir periode pertama Jokowi yang mencapai 1,9 dan tidak pernah mencapai angka dua, angka tersebut terus menurun,” ujarnya di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (10/12/2023).
Insiyah menjelaskan bahwa dalam lima tahun terakhir, angka kebebasan berekspresi dan berpendapat tidak pernah mencapai angka dua. Angka tersebut tercatat sebelumnya pada tahun 2019 (1,9), 2020 (1,7), 2021 (1,6), 2022 (1,5), dan kini menurun menjadi 1,3 pada Indeks HAM 2023.
Menurut Insiyah, saat ini negara cenderung membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan taktik yang lebih halus.
“Seperti berpura-pura mendukung demokrasi, tetapi pada kenyataannya, juga melakukan pembungkaman. Data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menunjukkan bahwa kriminalisasi terhadap jurnalis atau kebebasan pers paling tinggi terjadi selama pemerintahan Jokowi,” tambahnya.
Berdasarkan data AJI, tercatat 84 kasus represif terhadap jurnalis pada tahun 2020, yang merupakan angka tertinggi dalam satu tahun sejak tahun 2006.
Insiyah mengungkapkan bahwa faktor utama rendahnya angka kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan haknya, serta pembatalan diskusi.
“Ini terlihat dari pembatalan beberapa diskusi yang diadakan oleh masyarakat atau mahasiswa, yang dibatalkan secara sepihak oleh pihak kampus atau rektorat,” jelas Insiyah.
Indeks HAM SETARA bersama INFID merangkum data dari laporan lembaga negara, organisasi masyarakat sipil, hasil riset lembaga penelitian, pemantauan SETARA Institute, dan referensi media terkemuka.
Penilaian menggunakan skala Likert dengan rentang 1 hingga 7, di mana nilai 1 mencerminkan perlindungan HAM paling buruk, sementara nilai 7 menunjukkan komitmen terbaik dalam pemenuhan HAM.
Temuan ini membuka diskusi lebih lanjut tentang perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia, serta memunculkan pertanyaan kritis tentang kebebasan berekspresi dalam suasana politik dan sosial saat ini. (sas)