Surabaya (prapanca.id) – Zainal Arifin Emka kaget. Bahkan, ada tetesan air mata saat namanya disebut sebagai dosen favorit pilihan mahasiswa Stikosa-AWS dalam pelaksanaan wisuda Stikosa-AWS yang ke-27 di Dyandra Convention Center Surabaya, Sabtu (2/12/2023).
“Jujur aja nangis ya. Saya ketika umur sekitar 60-an saja sudah terbit keraguan dalam saya. Saya ini masih nyambung nggak sebagai orang tua bicara (mengajar) dengan anak muda yang disebut generasi Z,” tutur pria yang kini berusia 72 tahun itu.
Dosen Mata Kuliah Jurnalistik itu telah mengabdi selama 30 tahun, Dia tak hanya menjadi sosok pengajar, tetapi juga mentor bagi ribuan mahasiswa yang telah melalui masa studi di kampus wartawan itu.
Meski demikian, ia berterima kasih kepada semua pihak yang memilihnya. Bagi Zainal, mengajar adalah mentransfer ilmu dan memotivasi mahasiswa untuk terus mau belajar.
“Menurut saya belajar bisa dipelajari kapan-kapan. Tapi motivasi untuk tahu lebih banyak itu jauh lebih penting. Menurut saya, itu yang saya lakukan,” tuturnya.
Lebih lanjut, selama menjadi dosen Zainal mengaku selalu mengajar dengan tulus dan tak hanya sekedar memberi materi. Pria berambut putih ini juga melakukan pendekatan kepada mahasiswanya.
“Saya juga harus siap untuk menerima bahwa mereka mungkin dan sangat mungkin untuk lebih pintar dari gurunya. Itu yng selalu saya tanamkan dalam diri,” ucap Zainal.
Meski begitu di usianya tak lagi muda, dosen yang juga pernah menjadi ketua Stikosa-AWS pada 2007 ini mengaku terus berusaha memperbanyak ilmunya untuk kembali dibagi. Zainal mengaku tak malu jika harus bertanya kepada alumni mahasiswa yang pernah diajar.
“Saya menyadari kadang-kadang saya ketinggalan. Alumni-alumni Stikosa yang sekarang lebih menonjol dan pintar, Itu menjadi tempat saya belajar kepada mereka,’’ ungkap Zainal.
Cara itu, paparnya, tetap dilakukkan sampai hari ini, meski, ujarnya, dia dulu guru mereka. “Tapi sekarang mereka guru saya,” katanya.
Dengan demikian, Zainal berpesan untuk seluruh mahasiswanya agar terus belajar dan tidak menyia-nyiakan waktunya. Selain itu, dia ingin mahasiswa yang dididiknya bisa menjadi orang yang bermanfaat.
“Karena itulah ukuran sukses,” harapnya. (Dwita Feby Febriyola/20010028)