Surabaya (prapanca.id) – Sebanyak 9.409 orang dengan HIV (ODHIV) ditemukan dan tercatat mulai Januari sampai dengan November 2023 di Jawa Timur. Hal itu merujuk pada data yang dikeluarkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim yang bertepatan pada peringatan Hari AIDS Sedunia, tepatnya 1 Desember.
Kepala Dinkes Jatim Erwin Astha Triyono menjelaskan berdasarkan data dari aplikasi Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA) Dinkes Jatim per tanggal 23 November 2023, estimasi ODHIV di Jawa Timur Tahun 2023 sebanyak 65.238 orang. Sedangkan ODHIV yang berhasil ditemukan mulai tahun 1989 sampai dengan tahun 2023 sebanyak 97.431 orang. Jumlah penemuan tersebut melebihi dari estimasi ODHIV di Jawa Timur Tahun 2023 yakni 9.409 orang.
“Pada prinsipnya, penularan HIV itu sulit. Hanya dua yang paling mungkin berisiko untuk tertular, yaitu dari hubungan seks berisiko dan penggunaan narkoba suntik. Selama masyarakat tidak menggunakan narkoba suntik bersama-sama dengan yang lain atau tidak melakukan hubungan seks berisiko, kemungkinan besar tidak akan tertular,” jelas Erwin Senin (4/12/2023).
Dia melanjutkan bahwa masyarakat masih menganggap HIV tidak ada obatnya. Padahal, lanjut Erwin, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran yang sedemikian besar untuk membantu pengobatan penyakit HIV dengan Anti Retroviral (ARV).
Menurut dia, terapi HIV dengan ARV sangat menjanjikan. Target pemerintah sendiri dalam 6 bulan pertama, 95% virusnya sudah harus tidak terdeteksi. Jika sudah tidak terdeteksi, maka diharapkan kekebalan tubuhnya akan bangkit dengan sendirinya.
“Kalau kekebalan bangkit, maka diharapkan pasien HIV akan kembali pulih menjadi manusia normal seperti biasa dari sisi imunitasnya, namun tetap harus mengonsumsi ARV.” Terang Erwin.
Erwin menjelaskan, seperti halnya penyakit kronis lainnya, baik diabetes maupun hipertensi, untuk mengendalikan penyakitnya, penderita diabetes maupun hipertensi harus mengonsumsi obat secara rutin sepanjang hidupnya. Begitu pula dengan ODHIV, tambah dia, walaupun virusnya sudah bisa dikendalikan, ARV harus tetap dikonsumsi sampai sepanjang hidupnya.
“Namun, jangan dibayangkan sepanjang hidup harus minum obat, tetapi hanya cukup meluangkan waktu 5 menit setiap harinya untuk mengonsumsi ARV, imunitas ODHIV bisa terjaga dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa. Jadi, penyakit HIV tidak ada bedanya dengan penyakit kronis lainnya, pemenangnya adalah siapa yang mau berobat,” ujar Erwin.
Oleh karena itu, Erwin berpesan, bagi masyarakat yang memiliki risiko tertular agar segera mengakses layanan kesehatan untuk diperiksa dan diobati. Tatalaksana ini sudah ada di hampir semua fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, baik itu di faskes tingkat 1, tingkat 2 maupun tingkat 3.
“Sehingga sebetulnya tidak ada alasan bagi masyarakat yang memiliki resiko untuk tidak segera memeriksakan diri dan diobati,” imbuhnya.
Selain itu, tambah Erwin, program-program skrining pada ibu hamil juga menjadi isu penting demi menuju Indonesia Emas 2045. “Kita semua ingin mendapatkan generasi-generasi yang sehat. Untuk mendapatkan generasi yang sehat, maka mulai saat ini program pemerintah mendorong untuk melakukan skrining pada ibu hamil, skrining tidak hanya HIV, namun juga hepatitis B dan sifilis,” terangnya.
Pada Peringatan Hari AIDS ini, Erwin pun berharap tidak hanya seremonial saja. Melainkan berusaha mengubah paradigma di masyarakat bahwa penyakit HIV adalah penyakit kronis yang bisa dicegah dan diobati.
“Kita mengharapkan pemahaman masyarakat yang jauh lebih objektif, tidak dipengaruhi oleh informasi yang bisa atau tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tutupnya. (Gegeh Bagus Setiadi/22010061)