Jakarta (prapanca.id) – Menteri Komunikasi Israel, Shlomo Karhi, menuduh beberapa media internasional mempekerjakan jurnalis foto yang diduga terlibat dalam pembantaian yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober lalu dan meminta penyelidikan segera.
Menanggapi pernyataan ini, Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) menyuarakan kekecewaannya. IFJ mengatakan, ini tuduhan yang tidak memiliki bukti dan merugikan jurnalis Palestina dan berpotensi membahayakan nyawa mereka.
Dalam keterangan persnya, IFJ menulis, pada 8 November, pengawas media pro-Israel, Honest Reporting, mengajukan pertanyaan tentang pengetahuan sebelumnya jurnalis foto lepas Gaza yang bekerja untuk media internasional, yang hadir di perbatasan Israel-Gaza pada saat pembantaian tersebut.
Menteri Komunikasi Israel kemudian menuduh Associated Press (AP), Reuters, The New York Times, dan CNN mempekerjakan jurnalis yang terlibat, sehingga meminta penyelidikan.
IFJ menegaskan bahwa tuduhan Israel melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB 2222/2015 dan 1738/2006 yang mengutuk serangan terhadap jurnalis dalam situasi konflik. IFJ menekankan tanggung jawab pemerintah Israel untuk melindungi jurnalis di Gaza sesuai hukum internasional.
Menteri Pertahanan Benny Gantz menyatakan bahwa jurnalis dengan pengetahuan sebelumnya dapat dianggap seperti teroris.
Kemudian pada 9 November, Reuters, AP, The New York Times, dan CNN membantah hal ini. Termasuk saat media Israel mengklaim bahwa fotografer Hassan Eslaiah, yang dicium oleh pemimpin Hamas, dicopot oleh AP, dan CNN menangguhkan kerjasamanya. PJS, afiliasi IFJ, menyebut tuduhan itu sebagai klaim jahat.
Sekretaris Jenderal IFJ, Anthony Bellanger, mengecam komentar pejabat Israel yang mengaitkan jurnalis dengan teroris.
IFJ menegaskan bahwa meliput kekerasan bukan berarti membenarkannya, dan kehadiran jurnalis di lokasi peristiwa adalah bagian dari pekerjaan mereka. Komentar semacam ini dianggap meresahkan, terutama dengan meningkatnya jumlah jurnalis tewas di Gaza. (muk)