Jakarta (prapanca.id) – Schneider Electric™, pemimpin transformasi digital dalam pengelolaan energi dan otomasi, baru-baru ini mengumumkan hasil dari Survei Sustainability Tahunan yang dilakukan di sembilan negara Asia, termasuk Indonesia.
Temuan survei ini mengungkap bahwa 98 persen responden dari Indonesia menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menetapkan target keberlanjutan.
Namun, sebagian besar dari target tersebut adalah target jangka pendek atau kurang dari 4 tahun. Meski ada kesenjangan antara niat dan tindakan, tingkat kepercayaan Indonesia dalam mencapai target keberlanjutan ternyata sangat tinggi, melebihi Singapura dan Malaysia.
Sebanyak 65 persen responden Indonesia telah membentuk tim khusus yang bertanggung jawab untuk mencapai target keberlanjutan perusahaan mereka, melebihi rata-rata regional sebesar 54 persen. Hal ini menunjukkan tingkat komitmen yang tinggi di Indonesia untuk mencapai tujuan keberlanjutan mereka.
Survei Sustainability Schneider Electric ini melibatkan sekitar 4.500 pemimpin perusahaan di sembilan negara Asia, termasuk Indonesia, dan bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan antara niat dan tindakan dalam hal keberlanjutan bisnis.
Responden adalah eksekutif tingkat menengah hingga senior di sektor swasta yang diminta untuk menjawab 30 pertanyaan seputar keberlanjutan dan dampaknya terhadap bisnis mereka.
Dalam hal kesenjangan antara niat dan tindakan, Indonesia menempati posisi dengan tingkat kesenjangan sebesar 49 persen, menunjukkan perbedaan antara perusahaan yang memiliki target keberlanjutan (98 persen) dan yang telah mengimplementasikan strategi keberlanjutan yang komprehensif (49 persen).
Hasil ini menempatkan Indonesia di atas Singapura dan Taiwan yang memiliki kesenjangan tindakan terbesar di antara negara-negara Asia lainnya.
Roberto Rossi, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, mengomentari temuan survei ini. Dikatakan, pihaknya cukup senang melihat peningkatan kesadaran dan komitmen perusahaan-perusahaan di Asia, termasuk Indonesia, terhadap target keberlanjutan.
“Namun, kesenjangan antara niat dan tindakan menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan yang harus dilakukan. Penting bagi perusahaan di Indonesia untuk menerjemahkan niat keberlanjutan mereka menjadi tindakan nyata, mengatasi tantangan implementasi, dan mengembangkan strategi jangka panjang,” jelasnya.
Selain itu, Rossi juga menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam menciptakan ekosistem yang mendukung akselerasi keberlanjutan dengan peraturan dan kebijakan yang sesuai serta program insentif.
Dalam konteks mendesaknya keberlanjutan, perusahaan dan pemerintah perlu bekerja sama untuk memimpin perubahan, berkolaborasi, dan mengadopsi solusi inovatif untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi kawasan dan planet kita.
Motivasi utama perusahaan di Indonesia untuk berinvestasi dalam keberlanjutan adalah inovasi dan daya saing (50 persen), peningkatan peluang bisnis (48 persen), dan manajemen risiko (40 persen). Penghematan biaya dan kepatuhan terhadap regulasi pemerintah juga merupakan faktor penting yang dipertimbangkan dalam keputusan perusahaan mengenai strategi keberlanjutan.
Pemimpin bisnis di Indonesia percaya bahwa memberikan insentif lebih efektif daripada mengenakan hukuman untuk mendorong kepatuhan sektor swasta terhadap target keberlanjutan pemerintah. Namun, mereka juga menghadapi tantangan dalam hal birokrasi regulasi dan kebijakan yang belum memadai.
Dalam hal fokus utama inisiatif keberlanjutan, pemimpin perusahaan di Indonesia menekankan pentingnya kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja (34 persen), privasi dan keamanan data (31 persen), serta kesetaraan dan manajemen sumber daya manusia (28 persen). Daur ulang dan manajemen sampah, serta krisis atau kenaikan biaya energi, juga menjadi perhatian utama para pemimpin perusahaan.
Meskipun demikian, isu perubahan iklim belum menjadi prioritas utama pemimpin perusahaan di Indonesia, dengan hanya 41 persen yang siap untuk berkomitmen pada tindakan terkait iklim.
Lebih dari 60 persen responden Indonesia percaya bahwa swasta dan pemerintah memiliki peran yang seimbang dalam mendorong upaya keberlanjutan. Sejumlah kecil responden juga percaya bahwa lembaga penelitian atau pendidikan dapat berperan dalam pengembangan keberlanjutan di Indonesia.
Dalam upaya dekarbonisasi, Waste Management Audit menjadi metode paling umum digunakan untuk mengukur emisi karbon atau gas rumah kaca di Indonesia, diikuti oleh adopsi Carbon Footprinting berdasarkan Greenhouse Gas Protocol. Namun, penerapan sumber energi terbarukan dan efisiensi energi masih terkendala oleh masalah seperti infrastruktur yang belum siap dan stabilitas pasokan energi terbarukan, keterbatasan finansial, dan kesiapan rantai pasokan.
Roberto menutup pernyataannya dengan menggambarkan komitmen Schneider Electric dalam mendukung keberlanjutan melalui inisiatif Green Heroes for Life yang melibatkan mitra swasta dan publik untuk membangun ekosistem pendukung yang memudahkan perjalanan menuju keberlanjutan dengan tindakan iklim yang terencana dan terukur. Inisiatif ini mencerminkan komitmen Schneider Electric sebagai perusahaan yang memiliki dampak positif. (muk)