Surabaya (prapanca.id) – Di era 2020-an, dunia public relations (PR) mengalami transformasi yang signifikan, terutama di sektor B2B. Perubahan besar ini ditandai dengan pergeseran dari strategi PR tradisional, seperti iklan cetak, TV, dan radio, ke pendekatan digital yang lebih modern.
Kini, mengintegrasikan saluran digital dalam PR bukan lagi sekadar pilihan inovatif, tetapi menjadi kebutuhan strategis bagi perusahaan yang ingin tetap relevan dan terlihat oleh audiens target mereka.
Meskipun saluran tradisional tidak sepenuhnya hilang, keberadaan saluran PR digital menjadi sangat penting untuk kesuksesan dan pertumbuhan bisnis.
Strategi PR digital kini mendominasi, dengan platform online, media sosial, dan konten digital sebagai alat utama untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan lebih terarah.
Pergeseran ini didorong oleh pengakuan bahwa para pemangku kepentingan saat ini—dari pelanggan hingga investor—semakin aktif di dunia maya dan mencari informasi yang dipersonalisasi dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dengan adanya teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan analisis data yang terintegrasi dalam upaya PR digital, perusahaan B2B dapat melaksanakan strategi secara besar-besaran sambil menyampaikan pesan yang sangat terarah untuk meningkatkan keterlibatan.
Kemampuan ini merupakan dasar dari tren public relations yang akan muncul pada tahun 2024. Dalam bagian berikutnya, kita akan mendalami lebih dalam tentang tren ini dan bagaimana cara mengintegrasikannya ke dalam strategi PR.
Gara-gara Publicity Bureau
Sejarah mencatat bahwa Publicity Bureau yang didirikan pada tahun 1900 dianggap sebagai awal dari profesi PR modern. Meskipun begitu, berbagai bentuk pengaruh publik dan manajemen komunikasi telah ada jauh sebelum itu. Basil Clarke diakui sebagai pendiri profesi PR di Inggris melalui pendirian Editorial Services pada tahun 1924.
Noel Turnball, seorang akademisi, menjelaskan bahwa PR sistematis pertama kali diterapkan di Inggris oleh para evangelis agama dan reformis Victoria, terutama para penentang perbudakan.
Selama Perang Dunia I, propaganda digunakan oleh kedua belah pihak untuk mendapatkan dukungan domestik dan mendiskreditkan musuh. Para aktivis PR kemudian masuk ke sektor swasta pada tahun 1920-an, di mana Ivy Lee dan Edward Bernays menjadi pelopor PR di AS sebelum menyebar ke seluruh dunia.
Banyak perusahaan Amerika yang memiliki departemen PR menyebarkan praktik ini ke Eropa setelah tahun 1948 seiring dengan penciptaan anak perusahaan di Eropa akibat Rencana Marshall.
Pada paruh kedua abad ke-20, era pengembangan profesional PR dimulai. Asosiasi perdagangan, majalah berita PR, agensi PR internasional, dan prinsip akademis untuk profesi ini mulai terbentuk.
Di awal tahun 2000-an, layanan siaran pers mulai menawarkan siaran pers media sosial. Cluetrain Manifesto, yang memprediksi dampak media sosial pada tahun 1999, mendapat banyak perhatian pada masanya, namun pada tahun 2006, pengaruh media sosial dan teknologi internet baru diterima secara luas. (anz)