Surabaya (prapanca.id) – Menjamurnya media berbasis internet atau yang akrab disebut media online memberi dampak tersendiri bagi para penulis lepas. Salah satunya kebijakan sejumlah media online untuk memakai sistem pay-per-view (PPV), atau dibayar setiap kali artikel yang di tulis dilihat pembaca. Sayangnya, hasil ini masih harus dibagi dengan media yang bersangkutan.
Menanggapi hal tersebut, Suprihatin, pemerhati media sekaligus Kepala Unit Penjaminan Mutu di Stikosa AWS ini, mengatakan bila sistem tersebut adalah salah satu strategi bisnis media. Namun hal itu baginya, juga cenderung merugikan penulis.
“Selain itu juga mengakibatkan penulis atau wartawan hanya menulis apa yang disukai pembaca. Bukan lagi menyediakan informasi yang harus dan perlu diketahui publik,” ujar Titin sapaan akrabnya di kampus Stikosa AWS.
Dari adanya sistem yang mengincar banyaknya pembaca tersebut, Titin menilai jika media online saat ini sudah seperti media sosial yang hanya menjual gosip, minim verifikasi, dan kualitas informasinya rendah.
“Sebenarnya banyaknya media online juga ada baiknya, dimana publik memiliki banyak alternatif sumber bacaan. Sayangnya hal itu tidak sebanding dengan kualitas isinya yang kurang informasi dan verifikasi,” ungkap perempuan 51 tahun ini.
Maka dari itu, memiliki modal sebelum membuat media online memang dirasa Titin yang juga founder dari AksaraBerdiri ini sangat penting, karena itulah yang membedakan industri media dengan industri lain. Dimana pemilik perusahaan media harus siap dengan modalnya, agar produk tulisan yang dibuat berkualitas tak hanya sekedar mengabarkan.
“Apalagi masyarakat Indonesia masih rendah literasi dan budaya membacanya, karena jika salah mengonsumsi informasi, orang bisa salah bersikap dan berperilaku,” tuturnya.
Maka dari itu, menurutnya organisasi jurnalis perlu campur tangan mendiskusikan adanya sistem ini. Dimana serikat pekerja jurnalis juga perlu duduk bersama dengan pemilik media. Sehingga dapat terbentuk kebijakan yang adil untuk semua pihak, bukan hanya menguntungkan pemilik modal.
“Harapannya untuk media online sekarang, berita harus terverifikasi agar masyarakat bisa membedakan mana media sungguhan dan media semu. Media massa juga harus menjaga harkat dirinya sebagai watchdog alih-alih mengekor media sosial,” pungkasnya. (jel)