Surabaya (prapanca.id) – Mengunjungi museum di malam hari ? Why not. Menarik juga. Asal rame-rame. Jangan sendirian. Koleksi benda-benda kuno yang tersimpan di dalam museum, ditambah suasana di dalam museum yang biasanya sepi dan hening, akan menimbulkan suasana horor tersendiri bagi pengunjung yang kurang nyali.
Event wisata masuk museum Tugu Pahlawan di malam hari ini menjadi salah satu paket event menyambut Hari Jadi Kota Surabaya ke-731, bertajuk “Night at Museum”. Digelar hanya dua hari, 11 & 12 Mei 2024, mulai pukul 19.00 – 21.00 WIB. Di hari biasa, museum Tugu Pahlawan hanya buka siang hari, kecuali hari Senin dan hari libur nasional, mulai pukul 08.00 – 15.00 WIB, dengan harga tiket Rp 8000,-.
Diluar dugaan, paket kunjungan malam hari tersebut menarik minat banyak pengunjung. Dengan harga tiket yang sama, tercatat 7000 orang masuk museum, hanya dalam waktu 2 jam. Memang ada salah satu faktor pendukungnya. Yakni berbarengan dengan pagelaran ludruk anak muda yang dimainkan oleh grup ludruk The Luntas Indonesia pimpinan Robert Bayoned di halaman Tugu Pahlawan. Menggelar lakon “Ujung Galuh” pagelaran ini dipenuhi oleh penonton yang mayoritas anak muda dan rela duduk lesehan. Bahkan Walikota Surabaya, Eri Cahyadi dan istri, ikut hadir, menyanyi bersama.
Jika benar-benar masuk ke dalam museum, kesan awal tentang situasi di dalam museum yang muram, remang dan aroma horor musnah seketika.
“Saya gak menyangka. Ternyata dalamnya seperti mall” kata Hesti, warga Sidoarjo yang mengaku baru pertama ini masuk museum Tugu Pahlawan.
Museum Tugu Pahlawan dibangun pada akhir tahun 1991 di atas tanah seluas 1.336 meter persegi di area kompleks Tugu Pahlawan dan baru diresmikan pada 19 Februari 2000. Agar tidak mengganggu pemandangan Tugu Pahlawan yang menjadi icon kota Surabaya, museum ini dibangun di bawah tanah sedalam 7 meter. Terdiri dari dua tingkat, arsitekturnya membentuk bangunan piramid. Sambil berwisata, pengunjung bebas ber-selfie ria, karena spot-spot di dalam museum ini sangat artistik.
Koleksi museum terdiri dari benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan peristiwa pertempuran besar di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Dalam peristiwa itu, setidaknya 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, sebagian besar warga sipil. Tercatat 1.600 prajurit Inggris tewas, hilang dan luka-luka. Sekitar 150.000 orang terpaksa mengungsi, meninggalkan Kota Surabaya menuju Mojokerto dan kota sekitarnya. Peristiwa pengungsian penduduk itu diabadikan sampai sekarang dalam event lomba gerak jalan Mojokerto – Surabaya, yang diadakan setiap menjelang peringatan Hari Pahlawan, 10 November.
Di dalam museum terdapat koleksi aneka peninggalan senjata seperti pistol, keris, pisau, senjata laras panjang, reproduksi foto-foto hingga topi baja tentara Sekutu yang sudah penyok. Rekaman asli suara pidato Bung Tomo yang berapi-api terus bergema di dalam ruangan museum. Selain benda-benda bersejarah, juga dilengkapi relief dan patung-patung yang menggambarkan sosok pejuang masa lalu, diorama dan hologram.
Salah satu diorama menggambarkan penyerbuan laskar rakyat ke Markas Kempeitai (tentara Jepang), di depan Kantor Kolonial Belanda. Dulunya, markas itu disebut Raad van Justitie, gedung pengadilan pada jaman kolonial Belanda. Ketika tentara Jepang kemudian berkuasa, menggunakan gedung pengadilan itu sebagai markas besar. Selama masa penjajahan Jepang, Kempeitei ini terkenal akan kekejamannya. Tak ada satupun rakyat yang berani lewat gedung itu. Dari beberapa referensi, terdapat cuplikan kisah sebagai berikut :
Tepat 1 Oktober 1945, markas Kempeitei ini diserbu massa rakyat dan prajurit Badan Keamanan Rakyat (BKR). Massa rakyat bersenjata apa adanya, mulai dari golok, clurit, bambu runcing dan sebagainya. Beberapa saat terjadi tembak menembak, bahkan Komandan BKR Surabaya, Abdul Wahab tertembak di bagian pahanya. Namun pihak tentara Jepang tampaknya sudah kehilangan nyali.
Kekuatan tentara Jepang memang sudah melemah sejak kalah total dari perang Asia Timur Raya, setelah kota Nagasaki dan Hiroshima di bom atom oleh tentara Sekutu, pada tanggal 6 dan 8 Agustus 1945. Markas kempeitei yang besar dan megah itu akhirnya berhasil dikuasai tentara BKR Surabaya, dan berhasil merampas semua senjata tentara Jepang. Kemudian gedung itu menjadi markas BKR serta tentara PETA (Pembela Tanah Air).
Ketika terjadi pertempuran besar dengan tentara Sekutu, 10 November 1945, bekas markas kempeitei itu menjadi sasaran pertama tembakan meriam dari kapal perang Sekutu. Sebab pihak Sekutu mendengar bahwa gedung tersebut menjadi markas BKR. Setelah dua hari penuh dihujani tembakan meriam, akhirnya gedung itu hancur dan tinggal puing. Rentetan peristiwa penyerangan tentara Sekutu itu makin memanas setelah terbunuhnya Jendral Mallaby, komandan tentara Sekutu. Bekas areal bangunan markas Kempeitei itulah yang kini berdiri Tugu Pahlawan.
Dan masih banyak diorama dan hologram didalam museum Tugu Pahlawan yang sangat menarik disimak sejarahnya.
Melihat animo pengunjung yang sangat besar, nampaknya event Night at Museum itu akan berlanjut. Dalam kesempatan tersebut, Walikota Eri Cahyadi pun menyampaikan gagasannya untuk menggelar event serupa tiap bulan. Dengan memanfaatkan area Tugu Pahlawan untuk pagelaran seni budaya sekaligus membuka museum di malam hari. Sehingga warga Surabaya khususnya bisa belajar sejarah perjuangan arek-arek Suroboyo yang gagah berani. (sas)