Surabaya (prapanca.id) – Meminjam ungkapan yang sering diucapkan para pelawak seni ludruk, Amang Mawardi adalah bayangan lawas. Di usia menginjak 71 tahun, ia masih aktif hadir di berbagai kegiatan seni budaya di Surabaya, bahkan bertindak sebagai panitianya. Tak perduli dengan pandangan mata yang mulai kabur dan cukup mengkhawatirkan jika menyetir mobil sendirian di malam hari.
Alumni Akademi Wartawan Surabaya (AWS), kampus diploma yang kemudian berubah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS) ini juga masih aktif menulis artikel dan buku.
Sepanjang tahun 2023, ia merilis dua buku, dari 16 buku yang sudah ditulisnya sejak tahun 2007. Yakni, Memoar Wartawan Biasa Biasa dan buku Antologi Puisi Tunggal Waktu Tak Pernah Menipu. Belum lagi antologi puisi bersama Komunitas Wartawan Usia Emas (Warumas) yang sudah menginjak penerbitan buku ke-5.
“Wartawan itu tidak mengenal pensiun. Dan puncak karir wartawan, bukan sebagai pemimpin redaksi atau pejabat tinggi. Puncak karir wartawan adalah menulis buku. Sedangkan puncak jurnalisme adalah humanisme” kata Amang penuh semangat.
Ia terinspirasi dari karya-karya jurnalistik sahabatnya, Peter A. Rohi (alm), seorang wartawan idealis, mantan anggota KKO-AL (Korps Marinir Republik Indonesia) yang mengedepankan humanisme dalam tulisan-tulisan jurnalistiknya. Kenangan bersama sahabatnya, yang juga alumni AWS itu ia tulis dalam buku Senja Keemasan Peter A. Rohi pada tahun 2021.
Jika di masa tua saja terus bergerak, apalagi di masa mudanya. Amang muda dikenal sangat gesit. Kegiatan seni dan jurnalistik berjalan beriringan, bagai dua sisi mata uang. Jika dilihat latar belakang pendidikan, sebenarnya kurang lazim. Ia adalah lulusan STM Negeri 2 Jurusan Kimia Industri dan sempat bekerja pada salah satu industri kimia di Surabaya.
Amang masuk AWS pada tahun 1975 dan lulus sebagai Sarjana Muda pada tahun 1977. Ia aktif dalam berbagai kegiatan seni dan sastra. Menulis cerita pendek, puisi, main teater dan menjadi sutradara sandiwara radio. Apalagi waktu itu di kampus AWS, Jl. Kapasari Surabaya, merupakan pusat kegiatan teater yang cukup berpengaruh di Surabaya. Kreatifitas Amang makin terasah, yang kelak di kemudian hari mewarnai perjalanan karir jurnalistiknya.
Karir jurnalistiknya diawali tahun 1975 saat menjadi koresponden Harian Pos Kota di Surabaya sambil kuliah. Bagi kebanyakan mahasiswa di kala itu, kuliah sambil menjadi wartawan itu hal biasa, sekalian mempraktekkan ilmu jurnalistik yang didapat di bangku kuliah. Mereka biasanya mengirim berita kejadian sehari-hari di Surabaya maupun tulisan ringan jenis human interest. Maka begitu lulus kuliah, mereka sudah tertampung dan langsung bekerja di berbagai media, karena sudah terlatih sejak masih kuliah.
Demikian juga Amang Mawardi. Kemampuan menulisnya makin terasah dan karir jurnalistiknya terus menanjak. Tulisannya berupa Tinjauan sosial, resensi buku, laporan seni budaya, cerita pendek dimuat di berbagai surat kabar nasional dan daerah. Sebanyak 12 kali ia memenangkan lomba karya tulis jurnalistik plus dua kejuaraan lomba foto jurnalistik. Pada tahun 2002, ia menerima penghargaan dari Gubernur Jawa Timur untuk kategori Penggerak Kesenian.
Lepas dari Harian Pos Kota (1975-1986) , Amang bergabung di beberapa majalah dan surat kabar. Antara lain di Mingguan Surya sebagai Redaktur Pelaksana, GM Majalah :Jowo Anyar grup Jawa Pos, Redpel Majalah Bank Jatim dan beberapa lagi.
Langkahnya makin gesit sebagai panitia di berbagai festival seni maupun organizer pameran lukisan. Tercatat, ia pernah menggelar pameran lukisan di Bangkok, Singapura dan Australia. Sedangkan di organisasi, pernah tercatat sebagai Sekretaris Umum Dewan Kesenian Surabaya dan pengurus PWI Jatim seksi Film & Teater.
Di usia senjanya, Amang memang sudah tidak lagi bekerja secara tetap di perusahaan media. Namun ia terus menulis dan hadir dalam acara-acara budaya. Semangatnya tidak pernah pudar. Dari tiga anak dan tiga cucunya, belum ada yang mengikuti jejaknya sebagai wartawan. Namun adiknya, Mushadi, mencoba mengikuti jejaknya. Ia juga masuk sebagai mahasiswa AWS setahun kemudian. Setelah sempat bekerja di Harian “Surya”, kini Mushadi memilih berwirausaha di bidang kuliner. (sas)