Jakarta (prapanca.id) – Sebuah survei baru-baru ini menunjukkan bahwa pengaruh pers terhadap publik di era digital dan media sosial kini menempati peringkat empat. Hal ini menjadi sorotan dalam diskusi tentang kondisi pers dalam demokrasi yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SatuPena, di Jakarta.
Wina Armada Sukardi, seorang wartawan senior, mengungkapkan dalam diskusi tersebut bahwa pers Indonesia menghadapi beberapa masalah. Sekitar 70 persen perusahaan pers mengalami kesulitan ekonomi, terutama dalam mencari iklan. Selain itu, perkembangan teknologi telah membuat pers tertinggal karena semua orang kini dapat menjadi pewarta dan pemberi informasi melalui media sosial.
Wina juga menyampaikan bahwa ada kesepakatan antara Kapolri, Jaksa Agung, dan Menkominfo bahwa UU ITE tidak berlaku bagi pers, menyelesaikan satu persoalan terkait hukum.
Namun, tantangan selanjutnya adalah adaptasi pers terhadap perubahan teknologi. Dulu, pers memiliki kendali atas faktor produksi seperti komputer dan mesin cetak, tetapi sekarang faktor-faktor tersebut juga ada di tangan publik.
Selain itu, Wina juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kualitas wartawan saat ini yang dinilainya menurun. Wartawan sekarang cenderung copy paste daripada melakukan riset secara mendalam. Hal ini disebabkan kemudahan akses informasi melalui teknologi digital, membuat mereka cenderung malas untuk melakukan riset di perpustakaan.
Dewan Pers juga disebut perlu mengadopsi perubahan, mengingat banyak perusahaan pers kini bisa dijalankan hanya dengan 3-4 orang. Meskipun demikian, Wina menyatakan bahwa pers masih dalam masa transisi dalam menghadapi tantangan ini. (agu)