Yogyakarta (prapanca.id) – Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, memberikan peringatan kepada masyarakat terkait penyebaran konten hoaks yang semakin canggih dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan generatif atau Generative Artificial Intelligence (AI).
Dalam Diskusi #DemiIndonesiaCerdasMemilih di Royal Ambarrukmo Yogyakarta pada Kamis (25/01), Wamenkominfo menegaskan perlunya kecakapan berpikir kritis sebagai langkah untuk melawan penyebaran hoaks.
Menurut Nezar Patria, kecakapan berpikir kritis menjadi kunci utama dalam menghadapi hoaks yang semakin canggih dan bervariasi. Dalam konteks ini, masyarakat diharapkan dapat mengembangkan kemampuan untuk memilah informasi dengan bijak.
“Kecakapan berpikir kritis, ini yang paling penting bisa menangkal hoaks. Karena hoaks sekarang semakin canggih dan bentuknya macam-macam,” ungkapnya.
Generative AI mampu menciptakan konten hoaks yang terlihat seolah-olah asli, bahkan mampu merancang peristiwa yang sebenarnya tidak pernah terjadi agar terlihat otentik. Sebagai contoh, Wamenkominfo merujuk pada penyebaran video deepfake yang menampilkan Presiden Joko Widodo berbicara dalam bahasa Mandarin dan Arab.
“Contoh kecil, pernah beredar dan cukup ramai menjadi viral, Presiden kita Bapak Jokowi digambarkan tengah berbahasa Mandarin. Suaranya mirip, wajahnya sama, gerak bibir sama, semuanya sama, tapi itu hoaks,” tegasnya.
Nezar Patria menyoroti potensi penyalahgunaan teknologi untuk memanipulasi masyarakat, terutama mereka yang belum memiliki kemampuan untuk memilah informasi secara bijak.
“Beberapa elemen masyarakat dengan mudah bisa melakukan identifikasi bahwa ini hoaks, karena ada sesuatu yang tidak logis di sana, tidak natural. Tapi ada juga elemen masyarakat kita yang lain mungkin tidak punya kepekaan itu. Dia menerima informasi yang dibuat oleh hoaks dengan begitu saja,” jelasnya.
Wamenkominfo menekankan pentingnya literasi digital sebagai langkah preventif. Masyarakat diingatkan untuk tidak cepat percaya pada informasi yang membangkitkan emosi, serta untuk selalu memverifikasi ke sumber resmi kebenaran setiap informasi.
“Di sinilah saya kira pentingnya literasi digital. Jangan cepat percaya sesuatu yang membangkitkan emosi, sesuatu yang too good to be true sehingga kita larut di dalamnya. Kita periksa lagi ke sumber-sumber yang otoritatif apakah informasi itu benar adanya,” imbau Wamenkominfo.
Selain kecakapan berpikir kritis, Nezar Patria juga menyoroti pentingnya kemampuan problem solving, transparansi, dan memberikan pemberdayaan kepada masyarakat melalui literasi dan edukasi yang kritis untuk menciptakan ruang digital yang aman, produktif, dan inklusif.(sas)