Surabaya (prapanca.id) – Bagi masyarakat Kalimantan, sosok Abah Guru Sekumpul, panggilan dari KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari, adalah ulama yang sangat dihormati dan dicintai. Setiap pengajiannya dihadiri oleh ribuan orang.
Karomahnya besar sekali. Walaupun beliau sudah wafat pada 10 Agustus 2005, dalam usia 63 tahun, namanya selalu dikenang hingga kini. Setiap acara haul atau peringatan hari wafat Guru Sekumpul, dihadiri oleh jutaan jamaah, tidak saja dari wilayah Kalimantan namun juga dari seluruh penjuru Indonesia dan mancanegara.
Pada acara haul Guru Sekumpul ke-19 yang dipusatkan di Musala Ar-Raudhah Kelurahan Sekumpul, Martapura, Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, pada hari Minggu (14/1/2024) lalu, menurut catatan Polres Banjar dihadiri oleh 3.300.020 jamaah. Jumlah tersebut didukung data jumlah kendaraan jemaah di lokasi parkir.
Tercatat ada 601 bis dari 15 titik parkir, 151.119 mobil dari 196 titik, 1.200.094 sepeda motor dari 387 titik dan 533 kelotok (perahu). “Angka itu kami dapat server seluler” ujar Kapolres Banjar, AKBP Ifan Hariyat.
Yunus Supanto, wartawan senior Surabaya dan tenaga ahli Komisi A DPRD Jatim yang menghadiri acara haul tersebut menceritakan penuh sesaknya para jamaah yang menghadiri acara. Rombongan jamaah terus berdatangan dari pagi sampai malam hari. Mereka menggelar tikar memadati jalan raya, meluber sampai berkilometer dari titik utama di mushala Ar-Raudhah. Di beberapa tempat, terpasang screen besar dan video wall dari siaran kanal Ar-Raudah TV yang menyiarkan prosesi haul.
“Yang mengharukan, sambutan penduduk setempat sangat luar biasa. Di sepanjang perjalanan menuju lokasi haul, banyak kelompok penduduk yang membagikan makanan dan minuman secara gratis kepada para jamaah yang akan menghadiri haul. Bahkan dalam perjalanan memakai perahu menyusuri Sungai Barito, di sepanjang bantaran sungai atau di atas jembatan, kelompok penduduk membagikan bungkusan makanan kepada seluruh penumpang perahu. Makanan benar-benar melimpah” ujar alumni Stikosa-AWS yang pernah meraih piala Adinegoro itu, yakni penghargaan tertinggi untuk karya jurnalistik tingkat nasional.
Pengaruh dan karomah Abah Guru Sekumpul memang sangat besar bagi masyarakat Kalimantan. Beliau lahir pada 11 Pebruari 1942 di Desa Tunggul Irang, Martapura, Kabupaten Banjar. Ayahnya bernama Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman, sedangkan ibunya bernama Hj Masliah binti H Mulia bin Muhyiddin. Abah Guru Sekumpul, atau biasa dipanggil Guru Ijai, merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari.
Dalam setiap pengajian Abah Guru Sekumpul, ummat menyemut untuk datang mendengarkan tausiah dan pengajian beliau. Beliau juga dikenal memiliki suara yang merdu dan lembut ketika berdakwah, membuatnya dicintai umat. Dalam tiap pengajiannya, ia dikenal mengajarkan soal tawadu, keikhlasan, dan ajaran untuk tidak tamak, hal-hal sederhana yang menyentuh hati umat. Kiprahnya tidak hanya dikenal luas di wilayah Kalimantan, namun juga di seluruh penjuru Indonesia. Abah Guru juga berhubungan akrab dengan para ulama di Jawa. Beliau juga dikenal dekat dengan Gus Dur, Presiden RI ke-empat.
Yang menarik menurut pengamatan Yunus, pelaksanaan haul Guru Sekumpul di tahun politik ini benar-benar menjaga netralitas Pemilu. Posko Induk Haul Sekumpul melarang foto Abah Guru Sekumpul terpasang di alat peraga kampanye (APK). Serta menolak semua ucapan selamat terkait haul yang bernuansa politik, promosi atau sejenisnya. Dan semua APK di kawasan Sekumpul harus dicopot sementara waktu dari tanggal 11 sampai 23 Januari 2024.
Satu lagi catatan Yunus yang sangat berkesan. Selama pelaksanaan haul tidak tercatat satupun kehilangan kendaraan. Jika ada barang yang ketinggalan, langsung diamankan oleh para relawan dan segera diumumkan. (sas)